Orang Jakarte, siapa yang tak kenal nama KH Abdullah Syafii (alm) dan Perguruan Assyafi’iyah. Sedangkan bagi penduduk Jakarta, setidaknya mengenal nama ulama kharismatis ini sebagai nama jalan terusan Casablanca-Tebet Jakarta Selatan.
Syahdan, dengan kapal layar, pada pertengahan abad ke-19 (1834), Syaikh Junaid, seorang ulama Betawi, menuju Mekah. Di sana ia bermukm dengan menggunakan nama al-Betawi. Kefasihannya amat termashur karena beliau dipercaya menjadi imam Masjidil Haram.
Syaikh Junaid al Betawi, yang diakui sebagai syaikhul masyaikh para ulama mashab Syafi’ie, juga mengajar agama di serambi Masjidil Haram. Muridnya banyak sekali. Bukan hanya para mukiman dari Indonesia, juga mancanegara. Nama Betawi menjadi termashur di tanah suci berkat Syaikh kelahiran Pekojan, Jakarta Barat, ini.
Syaikh Junaid mempunyai dua putera dan puteri. Salah satu puterinya menikah dengan Abdullah al Misri, seorang ulama dari Mesir, yang makamnya terdapat di Jatipetamburan, Jakarta Pusat. Seorang puteri lainnya menikah dengan Imam Mujitaba. Sedangkan kedua puteranya, Syaikh Junaid As’ad dan Arsyad, menjadi pelanjut ayahnya mengajar di Masjidil Haram. Syeh Junaid wafat di Mekah pada 1840 dalam usia 100 tahun.
Di antara murid Syeh Junaid yang sampai kini kitab-kitabnya masih tersebar di dunia Islam adalah Syaikh Nawawi al Bantani, keturunan pendiri kerajaan Islam Banten, Maulana Hasanuddin (putera Syarif Hidayatullah). Karenanya, setiap haul Syaikh Nawawi, selalu dibacakan fatihah untuk arwah Syaikh Junaid.
Imam Mujitaba, yang menetap di Mekah, menikah dengan putri Syaikh Junaid. Pasangan ini menurunkan Guru Marzuki, tokoh ulama Betawi dari Cipinang Muara, Jakarta Timur. Karena alimnya, guru Mujitaba diberi gelar waliyullah oleh masyarakat Islam di tanah suci. Menurut budayawan Betawi, Ridwan Saidi, Guru Mujitaba satu angkatan dengan mukimin Indonesia lainnya seperti Syaikh Nawawi al Bantani dan Syaikh Ahmad Khatib al Minangkabawi.
Sedangkan putera almarhum guru Marzuki, yang hingga kini memiliki perguruan di Rawabunga, Jakarta Timur, mendapat gelar birulwalidain karena begitu berhidmatnya kepada kedua orang tuanya.
Guru Marzuki memiliki sejumlah murid yang kemudian menjadi ulama terkemuka di Indonesia. Salah satunya adalah KH Abdullah Syafi’ie, yang mendirikan dan mengembangkan Perguruan Assyafiiyah dengan sekolah mulai dari TK sampai perguruan tinggi.
KH Abdullah Sjafi’ie (wafat 3/9-1985) bersama putera-puterinuya menangani 63 lembaga pendidikan Islam. Sedangkan masjid Al-Barkah di Kampung Bali Matraman, Jakarta Selatan, yang dibangun pada 1933 saat kyai berusia 23 tahun, merupakan masjid yang megah hingga sekarang.
Semuanya berawal dari mushola bekas kandang sapi, yang dijadikan cikal bakal Perguruan Asyafiiyah.
Kini pengajian Ahad pagi di Masjid Ak-Barkah selalu yang diikuti ribuan jamaah. KH Abdullah Syafi’ie perguruannya menghasilkan ribuan orang diantara mereka kini menjadi tokoh agama dan pimpinan majelis taklim di berbagai tempat di Indonesia.
KH Abdullah Syafi’ie adalah figur yang mampu mengkombinasikan dua arus besar pemikiran yang berkembang di lingkungan masyarakat Islam. Dalam diri beliau tercermin betul warna NU dan Muhammadiyah-an. Toh beliau mampu menjadikan diri sebagai model kombinasi yang menarik itu. Di bidang politik, beliau pada Pemilu 1955 berkampanye untuk partai Masyumi.
Nama Pesantren
Ajaran birulwalidain dari Guru Marzuki, juga diwariskan KH Abdullah Syafi’ie kepada putranya, KH Abdul Rasyid Abdullah Syafii. Salah satu tanda baktinya kepada ayahanda, KH Abdul Rasyid memberi nama pesantren yang didirikannya di Pulo Air, Sukabumi, sebagai Pesantren KH Abdullah Syafi’ie.
Dirintis pada 1990-an, Pesantren al Qur’an tersebut berdiri di atas tanah wakaf pengusaha restauran Sunda, Haji Soekarno (alm). Tanah itu awalnya berupa taman rekreasi Pulo Air seluas 3,3 hektar.
Pertama kali dibuka, jumlah santrinya hanya 13 murid SD. Namun seiring dengan berjalannya waktu, perkembangannya kini sungguh amat pesat.
Sekarang saja Pesantren KH. Abdullah Syafii telah menempati tanah seluas 27 ha dengan sarana bangunan yang dimiliki terbilang lengkap. Santrinya lebih dari 650 orang yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Bahkan pernah ada yang berasal dari Malaysia, Brunai Darussalam, Singapura, maupun dari Jeddah, Saudi Arabia.
Selain belajar dan Menghafal al Quran mereka pun belajar pengetahuan umum yang diajarkan mulai dari TK, SD, SMP, SMU. Demikianlah warna pesantren KH. Abdullah Syafi’i, ia memadukan gaya pesantren hafidz Qur,an dengan sekolah umum.
Untuk meningkatkan imtaq dan iptek para santrinya ini, pengelola pesantren tidak setengah-setengah mewujudkannya. Tiap sekolah yang berada di bawah koordinasi pondok telah menyediakan laboratorium tersendiri di bidang fisika, komputer dan bahasa. Pesantren ini juga memiliki sarana asrama yang amat bersih, juga masjid yang cukup memadai di tengah kampus. Dalam dua tahun terakhir ini malah telah berdiri stasion radio FM Pulo Air .
Pekan lalu, wartawan Suara Islam sempat bermalam di sana. Pagi hari jam 04.00 WIB, kehidupan pesantren sudah mulai menggeliat. Santri-santri cilik sudah mulai dibangunkan (sebagian bahkan ada santri balita). Air jernih Pulo Air segera mengguyur badan hangat santri yang segera berbenah ke masjid menyongsong panggilan adzan subuh.
Suasana ritual khas pesantren segera hadir, mulai dari shalat berjamaah subuh dan wirid-wiridnya, disusul penghafalan Qur’an oleh seluruh santri di sudut-sudut halaman dan ruangan yang tersedia. Menghafal al Quran ini memang merupakan ciri khas dari Pesantren al-Qur’an KH. Abdullah syafi’ie. Kini telah ratusan orang diwisuda, di antaranya hafal sampai 30 juz penuh. Sebagian dari para alumni mulai dikenal di berbagai universitas Islam di berbagai negara seperti di Mesir, Madinah dan negara Timur Tengah lainnya.
Pesantren ini lokasinya di pinggir lintas Jalan Raya Sukabumi ke arah Cianjur kilometer 10. Panoramanya sungguh menawan. Dinaungi cuaca sejuk lereng Gunung Gede. Dari dalam tanah menyembul sejumlah titik sumber air jernih dengan debit air jutaan meter kubik yang seolah tiada batasnya. Wajar saja bila Pesantren KH. Abdullah Syafi’ie ini merupakan pesantren yang air bersihnya terkaya di seluruh Indonesia.
Selain itu, warna Assyafi’iyah dan Betawi yang khas akan terasa gaungnya saat Pesantren KH. Abdullah Syafi’ie mengadakan acara tahunannya berupa Wisuda Santri dan Haul yang biasanya digelar setiap bulan September. Acara Haul KH. Abdullah Syafii yang ke 21 dan HUT Pesantren yang ke 16 akan diselenggarakan pada 3 September 2006 bersamaan 10 Syaban 1427 H.
Seperti tahun yang sudah-sudah, beberapa pejabat tinggi negara akan hadir. Kali ini dikabarkan akan hadir Menag Maftuf Basyuni, Ketua Mahkamah Konstitusi Pro. Dr. Jimly Asshiddiqie SH, deretan tokoh Islam, habaib, ulama, juga orang tua santri dari berbagai kota di seluruh Indonesia.
Yang istimewa tentulah hadirnya jamaah Assyafi’iyah yang sengaja datang dari seluruh pelosok Jakarta dan sekitarnya. Lebih seratus bus besar Hiba diperkirakan akan memenuhi jalan sepanjang Jagorawi hingga ke Sukabumi-Cianjur.Tak ayal seperti tahun-tahun yang lalu konvoi bus berbagai majlis talklim ibukota ke arah Pulo Air ini memacetkan jalan ke arah Sukabumi.
Suasana Haul Wafatnya KH.Abdullah Syafi’i dan Wisuda Santri ini dipadukan dengan acara Maulud Nabi dan Isra-Mi’raj. Sementara itu jamaah yang datang ke lokasi pesantren benar-benar akan mendapatkan rekreasi. Anak-anak dengan sukacitanya akan berlari-larian di komplek pesantren, sebagian lain mandi ke kolam renang di dua lokasi terpisah. Sementara di panggung acara yang disesaki puluhan ribu jamaah, tekun mengikuti acara resmi. Pidato-pidato pejabat tinggi, ulama, habaib bagai memindahkan suasana di Bali Matraman dengan Tabligh akbarnya ke Pulo Air.Tak pelak suasana berwarna khas Betawi kini merambah Puloair Sukabumi.
Bedanya, acara di Pulo Air ini dipadu dengan penampilan para santri dalam kemahirannya melafadzkan ayat-ayat al Qur’an. Bahkan dengan demonstrasi hafal 30 juz, kemahiran santri berpidato bahasa Inggris, Arab, Indonesia, dan berbagai atraksi seni lainnya.
Seperti tahun sebelumnya, pengunjung dibuat terpukau oleh penampilan para santri Pesantren KH. Abdullah Syafii ini. Sejumlah pejabat tinggi negara sejak 1990 berganti-ganti menjadi saksi sukses yang diraih pesantren di Pulo Air ini, mulai Habibie, Tarmidzi Taher, Hamzah Haz, hingga menteri zaman SBY, seperti MS.Kaban, Maftuh Basyuni dan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie.
Ditemui di Pulo Air, Pimpinan Perguruan Assyafiiyah dan Pesantren KH. Abdullah Syafii, KH. Abdul Rasyid AS, berulang-ulang menyatakan rasa syukur tak terhingga dengan perjalanan pesantren yang diasuhnya ini lebih 16 tahun terakhir.
Semua orang dahulu tatkala menerima wakaf dari Bapak Haji Soekarno, merasa ragu bisakah tanah 3,3 Ha wakaf ini bisa dikembangkan menjadi pesantren maju? Bisa dimaklumi saat itu kata Kyai Rasyid kondisinya sekadar tanah dan air melimpah belaka. Kini alhamdulillah puluhan bangunan sudah berdiri dan setiap tahun insya Allah akan terus dibangun.
Bahkan Kyai Rasyid mengangan-angankan berdirinya sebuah Universitas Islam yang besar di lokasi pesantrennya ini. Untuk merealisasikan rencana itu telah disediakan tanah di pinggir jalan besar. Rencananya, juga akan dilengkapi sebuah masjid monumental. Bisakan rencana itu terwujud?
Seperti pada 1989 lalu mula-mula rencana besar itu bagai fatamorgana layaknya, tapi insya Allah jika kita bekerja keras, itu semua akan terwujud. []
Selintas Macan Betawi
KH Abdullah Syafi’ie, yang populer sebagai ”Macan Betawi”, lahir di Kampung Bali Matraman, Jakarta Selatan pada 16 Sya’ban 1329 H./10 Agustus 1910 hari Sabtu. Nama ayahnya H. Syafi’ie Bin Sairan dan ibundanya Nona Binti Asy’ari. Mempunyai dua orang adik perempuan yang bernama H. Siti Rogayah dan H. Siti Aminah.
Kedua orangtuanya cinta kepada orang-orang alim dan soleh sehingga dari sejak kecil sudah diarahkan untuk belajar ilmu agama.
Sambil belajar, menuntut ilmu terus mengajar. Pada umur 17 tahun sudah memperoleh surat pemberian tahoe: boleh mengajar di langgar partikulir.
Ketika berumur 23 tahun mulai membangun Masjid Al Barakah di Kampung Bali Matraman. Di situlah Almarhum lebih menekuni pembinaan masyarakat-ummat mengajak mereka ke jalan Allah.
Sekitar tahun 30-an, da’wahnya lebih meluas lagi mencapai daerah sekitar Jakarta dan almarhum menuntut ilmu ke Bogor (Habib Alawy Bin Tohir Alhaddad).
Sekitar tahun 40-an, membangun tempat pendidikan yaitu madrasah tingkat Ibtidaiyah, dan secara sederhana mulai menampung pelajar-pelajar yang mukim (tinggal) terutama dari keluarga.
Pada tahun 1957 membangun AULA AS-SYAFI’IYAH yang diperuntukkan bagi madrasah tingkat Tsanawiyah Lilmuballighin wal Muallimin.
Tahun 1965 mendirikan Akademi Pendidikan Islam As-Syafi’iyah (AKPI As-Syafi’iyah).
Tahun 1967 mendirikan Stasiun Radio As-Syafi’iyah, tahun 1969 AKPI ditingkatkan menjadi UIA.
Tahun 1968 merintis tempat pendidikan disuatu desa pinggiran Jakarta, yaitu Jatiwaringin Kecamatan Pondokgede Bekasi sebagai pengembangan dari pendidikan yang telah ada.
Pada tahun 1974-1975 membangun pesantren putra dan pesantren putri di Jatiwaringin.
Pada tahun 1978 membangun pesantren khusus untuk Yataama dan Masaakin.
Pengembangan sarana untuk pendidikan dan pesantren terus dikembangkan ke sekitar Jakarta seperti Cilangkap-Pasar Rebo, di Payangan-Bekasi, Kp. Jakasampurna-Bekasi dll.
Tahun 1980 mulai menyiapkan lokasi untuk kampus Universitas Islam As-Syafi’iyah di Jatiwaringin.
Almarhum pernah menjabat sebagai Ketua I Majlis Ulama Indonesia pada periode pertama dan juga sebagai Ketua Umum Majlis Ulama DKI periode pertama dan kedua.
Almarhum banyak memikirkan tentang pendidikan untuk menghadirkan ulama untuk masa yang akan datang dengan mendirikan Pesantren Tinggi yaitu Ma’had Aly DAARUL ARQOM As-Syafi’iyah di Jatiwaringin.
Almarhum berhati lembut : merasa pedih hatinya dengan penderitaan ummat terutama jika ummat mendapat musibah dalam urusan agama. Almarhum segera berusaha memberikan petunjuk dan pengarahan serta mencarikan jalan-jalan keluarnya.
Selalu mengajak ummat kepada Tauhidullah dan AQIDAH ala thoriqoh Alissunnah wal jama’ah. Dimana-mana
beliau berdakwah dan berceramah selalu mengajak jama’ah untuk beristighfar dan mengumandangkan kalimatuttauhid: La ilaaha illallaah Muhammadurrasulullah.
Jiwa dan semangatnya membangun ummat untuk menghidupkan syi’arnya agama Islam. Mendirikan masjid-masjid, musholla dan madrasah serta pesantren-pesantren. Menggalakkan ummat untuk berani dan suka beramal jariah, infak dan shodaqoh serta berwakaf.
Mengajak Ulama dan Asatidzah untuk bersatu. Memberikan kesempatan kepada Asatidzah dan Ulama-ulama muda untuk tampil ditengah masyarakat.
Menyelenggarakan Majlis Muzakarah Ulama dan Asatidzah.
Menyantuni para dhu’afaa (kaum yang lemah) dengan bantuan berupa beras, pakaian, uang dll.
Pada Selasa dinihari jam 00.30 KH Abdullah Syafi’ie berpulang ke rahmatullah saat menuju rumah sakit Islam. Dishalatkan di masjid Al Barkah Bali Matraman oleh puluhan ribu ummat Islam secara bergelombang dipimpin oleh para Alim Ulama. Turut serta tokoh-tokoh masyarakat dan pejabat pemerintah. Dimakamkan pada hari selasa tgl. 18 Dzulhijjah 1405 H./ 3 September 1985 di Komplek Pesantren Putra As-Syafi’iyah Jatiwaringin Pondokgede dengan dihantarkan oleh ratusan ribu ummat Islam. [msa]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar