Imam Hasan as adalah cucu pertama Rasulullah Saw dari Ali bin Abi
Thalib as dan Sayidah Fathimah as. Beliau lahir pertengahan bulan
Ramadhan pada tahun 3 hijriah di kota Madinah.Beliau tidak lama hidup
bersama kakeknya. Karena ketika berumur tujuh tahun, kakeknya telah
meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Setelah Rasulullah saw meninggal, kurang lebih 30 tahun beliau hidup
bersama ayahnya Ali bin Abi Thalib as. Setelah syahadah Imam Ali as,
tahun 40 hijriah, selama 10 tahun beliau memimpin umat Islam. Pada tahun
50 hijriah atas rencana jahat Muawiyah, beliau diracun. Pada umur 48
tahun Imam Hasan as meninggal dunia.
Pembela orang miskin
Dalam agama Islam, orang-orang kaya memiliki kewajiban atas orang-orang tidak mampu. Berdasarkan aturan Islam, mereka yang memiliki diwajibkan untuk membantu mereka yang tidak mampu. Nabi Muhammad Saw dan para Imam senantiasa menekankan masalah ini. Setiap dari mereka pada zamannya menjadi contoh sebagai pengayom orang-orang miskin. Hal yang sama dengan Imam Hasan as. Selain dikenal sebagai alim, takwa, zuhud dan lain-lain, beliau dikenal juga sebagai orang dermawan. Di zamannya Imam Hasan dikenal sebagai orang paling dermawan. Setiap fakir yang datang ke rumahnya pasti pulang dengan membawa sesuatu dari pemberian Imam Hasan as. Bahkan sering kali sebelum seorang fakir membuka mulut untuk meminta pertolongan darinya, dengan melihat keadaannya, Imam Hasan as langsung menolongnya.
Allamah Suyuthi dalam buku sejarahnya menyebutkan: "Hasan bin Ali memiliki keutamaan akhlak yang sangat banyak. Ia seorang pribadi yang sabar, lapang dada, tegas, berwibawa dan dermawan. Orang yang banyak dipuji oleh rakyat kebanyakan".
Keluarga ilmu dan keutamaan
Suatu hari Utsman bin Affan duduk di pinggir masjid. Ada seorang fakir yang meminta pertolongan darinya. Utsman memberinya 5 dirham. Orang fakir itu berkata padanya, "Tolong tunjukkan aku orang bisa membantuku lebih banyak?" Pada waktu itu di pojok masjid duduk Hasan Mujtaba, Husin bin Ali dan Abdullah bin Ja'far. Utsman memberikan isyarah kepada mereka dan berkata: "Pergilah kepada tiga anak muda yang duduk di sana. Mereka pasti akan membantumu".
Si fakir kemudian pergi menghadap mereka dan menjelaskan keperluannya. Imam Hasan as berkata, "Meminta tolong harta kepada orang lain tidak baik, kecuali pada tiga kondisi; uang tebusan yang menjadi tanggungan seseorang yang tidak mampu menebusnya, hutang yang banyak dan tidak mampu untuk dibayar, fakir yang telah berusaha tapi tidak mampu lagi. Di antara ketiga kondisi ini, engkau termasuk yang mana?"
Si fakir menjawab, "Kondisiku salah satu di antara ketiga masalah yang engkau gambarkan itu".
Imam Hasan as kemudian memberikannya uang 50 dirham. Imam Husein as memberikannya 49 dirham dan berikutnya Abdullah bin Ja'far memberinya 48 dirham.
Ketika kembali, ia sempat melewati Utsman. Setelah melihatnya Utsman berkata, "Apa yang telah engkau lakukan?"
Ia menjawab, "Aku meminta uang darimu dan engkau memberikannya. Masalahnya adalah engkau tidak bertanya untuk apa aku memerlukan uang itu. Berbeda dengan engkau, salah satu dari mereka, Hasan bin Ali, bertanya kepada saya, untuk apa uang itu akan saya pakai. Saya kemudian menjawab apa yang akan saya lakukan dengan uang itu, kemudian mereka memberiku uang.
Utsman berkata, "Keluarga ini pusat ilmu dan kebijakan. Sumber kebaikan dan keutamaan. Di mana dapat ditemukan pribadi-pribadi seperti mereka?" (Bihar al-Anwar, Teheran, 1393 HQ, jilid 43, hal 333).
Disebutkan, "Dalam hidupnya, Imam Hasan as pernah mendermakan seluruh hartanya sebanyak dua kali. Tiga kali ia mendermakan setengah hartanya. Setengah untuk dirinya dan setengah lainnya diinfakkan di jalan Allah" (Suyuthi, Tarikh al-Khulafa, cet 3, Baghdad,1383 HQ, hal 190. Ibnu Wadhih, Tarikh Ya'qubi, Najaf, 1384 HQ, jilid 2, hal 215. Ibnu Jauzy, Tadzkirah al-Khawash, Najaf, 1383 HQ, hal 196. Syaikh Muhammad Shibyan, Is'af ar-Raghibin, Kairo, hal 179).[] IRIB
Pembela orang miskin
Dalam agama Islam, orang-orang kaya memiliki kewajiban atas orang-orang tidak mampu. Berdasarkan aturan Islam, mereka yang memiliki diwajibkan untuk membantu mereka yang tidak mampu. Nabi Muhammad Saw dan para Imam senantiasa menekankan masalah ini. Setiap dari mereka pada zamannya menjadi contoh sebagai pengayom orang-orang miskin. Hal yang sama dengan Imam Hasan as. Selain dikenal sebagai alim, takwa, zuhud dan lain-lain, beliau dikenal juga sebagai orang dermawan. Di zamannya Imam Hasan dikenal sebagai orang paling dermawan. Setiap fakir yang datang ke rumahnya pasti pulang dengan membawa sesuatu dari pemberian Imam Hasan as. Bahkan sering kali sebelum seorang fakir membuka mulut untuk meminta pertolongan darinya, dengan melihat keadaannya, Imam Hasan as langsung menolongnya.
Allamah Suyuthi dalam buku sejarahnya menyebutkan: "Hasan bin Ali memiliki keutamaan akhlak yang sangat banyak. Ia seorang pribadi yang sabar, lapang dada, tegas, berwibawa dan dermawan. Orang yang banyak dipuji oleh rakyat kebanyakan".
Keluarga ilmu dan keutamaan
Suatu hari Utsman bin Affan duduk di pinggir masjid. Ada seorang fakir yang meminta pertolongan darinya. Utsman memberinya 5 dirham. Orang fakir itu berkata padanya, "Tolong tunjukkan aku orang bisa membantuku lebih banyak?" Pada waktu itu di pojok masjid duduk Hasan Mujtaba, Husin bin Ali dan Abdullah bin Ja'far. Utsman memberikan isyarah kepada mereka dan berkata: "Pergilah kepada tiga anak muda yang duduk di sana. Mereka pasti akan membantumu".
Si fakir kemudian pergi menghadap mereka dan menjelaskan keperluannya. Imam Hasan as berkata, "Meminta tolong harta kepada orang lain tidak baik, kecuali pada tiga kondisi; uang tebusan yang menjadi tanggungan seseorang yang tidak mampu menebusnya, hutang yang banyak dan tidak mampu untuk dibayar, fakir yang telah berusaha tapi tidak mampu lagi. Di antara ketiga kondisi ini, engkau termasuk yang mana?"
Si fakir menjawab, "Kondisiku salah satu di antara ketiga masalah yang engkau gambarkan itu".
Imam Hasan as kemudian memberikannya uang 50 dirham. Imam Husein as memberikannya 49 dirham dan berikutnya Abdullah bin Ja'far memberinya 48 dirham.
Ketika kembali, ia sempat melewati Utsman. Setelah melihatnya Utsman berkata, "Apa yang telah engkau lakukan?"
Ia menjawab, "Aku meminta uang darimu dan engkau memberikannya. Masalahnya adalah engkau tidak bertanya untuk apa aku memerlukan uang itu. Berbeda dengan engkau, salah satu dari mereka, Hasan bin Ali, bertanya kepada saya, untuk apa uang itu akan saya pakai. Saya kemudian menjawab apa yang akan saya lakukan dengan uang itu, kemudian mereka memberiku uang.
Utsman berkata, "Keluarga ini pusat ilmu dan kebijakan. Sumber kebaikan dan keutamaan. Di mana dapat ditemukan pribadi-pribadi seperti mereka?" (Bihar al-Anwar, Teheran, 1393 HQ, jilid 43, hal 333).
Disebutkan, "Dalam hidupnya, Imam Hasan as pernah mendermakan seluruh hartanya sebanyak dua kali. Tiga kali ia mendermakan setengah hartanya. Setengah untuk dirinya dan setengah lainnya diinfakkan di jalan Allah" (Suyuthi, Tarikh al-Khulafa, cet 3, Baghdad,1383 HQ, hal 190. Ibnu Wadhih, Tarikh Ya'qubi, Najaf, 1384 HQ, jilid 2, hal 215. Ibnu Jauzy, Tadzkirah al-Khawash, Najaf, 1383 HQ, hal 196. Syaikh Muhammad Shibyan, Is'af ar-Raghibin, Kairo, hal 179).[] IRIB
Imam Hasan as adalah cucu pertama Rasulullah Saw dari Ali bin Abi
Thalib as dan Sayidah Fathimah as. Beliau lahir pertengahan bulan
Ramadhan pada tahun 3 hijriah di kota Madinah.Beliau tidak lama hidup
bersama kakeknya. Karena ketika berumur tujuh tahun, kakeknya telah
meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Setelah Rasulullah saw meninggal, kurang lebih 30 tahun beliau hidup
bersama ayahnya Ali bin Abi Thalib as. Setelah syahadah Imam Ali as,
tahun 40 hijriah, selama 10 tahun beliau memimpin umat Islam. Pada tahun
50 hijriah atas rencana jahat Muawiyah, beliau diracun. Pada umur 48
tahun Imam Hasan as meninggal dunia.
Pembela orang miskin
Dalam agama Islam, orang-orang kaya memiliki kewajiban atas orang-orang tidak mampu. Berdasarkan aturan Islam, mereka yang memiliki diwajibkan untuk membantu mereka yang tidak mampu. Nabi Muhammad Saw dan para Imam senantiasa menekankan masalah ini. Setiap dari mereka pada zamannya menjadi contoh sebagai pengayom orang-orang miskin. Hal yang sama dengan Imam Hasan as. Selain dikenal sebagai alim, takwa, zuhud dan lain-lain, beliau dikenal juga sebagai orang dermawan. Di zamannya Imam Hasan dikenal sebagai orang paling dermawan. Setiap fakir yang datang ke rumahnya pasti pulang dengan membawa sesuatu dari pemberian Imam Hasan as. Bahkan sering kali sebelum seorang fakir membuka mulut untuk meminta pertolongan darinya, dengan melihat keadaannya, Imam Hasan as langsung menolongnya.
Allamah Suyuthi dalam buku sejarahnya menyebutkan: "Hasan bin Ali memiliki keutamaan akhlak yang sangat banyak. Ia seorang pribadi yang sabar, lapang dada, tegas, berwibawa dan dermawan. Orang yang banyak dipuji oleh rakyat kebanyakan".
Keluarga ilmu dan keutamaan
Suatu hari Utsman bin Affan duduk di pinggir masjid. Ada seorang fakir yang meminta pertolongan darinya. Utsman memberinya 5 dirham. Orang fakir itu berkata padanya, "Tolong tunjukkan aku orang bisa membantuku lebih banyak?" Pada waktu itu di pojok masjid duduk Hasan Mujtaba, Husin bin Ali dan Abdullah bin Ja'far. Utsman memberikan isyarah kepada mereka dan berkata: "Pergilah kepada tiga anak muda yang duduk di sana. Mereka pasti akan membantumu".
Si fakir kemudian pergi menghadap mereka dan menjelaskan keperluannya. Imam Hasan as berkata, "Meminta tolong harta kepada orang lain tidak baik, kecuali pada tiga kondisi; uang tebusan yang menjadi tanggungan seseorang yang tidak mampu menebusnya, hutang yang banyak dan tidak mampu untuk dibayar, fakir yang telah berusaha tapi tidak mampu lagi. Di antara ketiga kondisi ini, engkau termasuk yang mana?"
Si fakir menjawab, "Kondisiku salah satu di antara ketiga masalah yang engkau gambarkan itu".
Imam Hasan as kemudian memberikannya uang 50 dirham. Imam Husein as memberikannya 49 dirham dan berikutnya Abdullah bin Ja'far memberinya 48 dirham.
Ketika kembali, ia sempat melewati Utsman. Setelah melihatnya Utsman berkata, "Apa yang telah engkau lakukan?"
Ia menjawab, "Aku meminta uang darimu dan engkau memberikannya. Masalahnya adalah engkau tidak bertanya untuk apa aku memerlukan uang itu. Berbeda dengan engkau, salah satu dari mereka, Hasan bin Ali, bertanya kepada saya, untuk apa uang itu akan saya pakai. Saya kemudian menjawab apa yang akan saya lakukan dengan uang itu, kemudian mereka memberiku uang.
Utsman berkata, "Keluarga ini pusat ilmu dan kebijakan. Sumber kebaikan dan keutamaan. Di mana dapat ditemukan pribadi-pribadi seperti mereka?" (Bihar al-Anwar, Teheran, 1393 HQ, jilid 43, hal 333).
Disebutkan, "Dalam hidupnya, Imam Hasan as pernah mendermakan seluruh hartanya sebanyak dua kali. Tiga kali ia mendermakan setengah hartanya. Setengah untuk dirinya dan setengah lainnya diinfakkan di jalan Allah" (Suyuthi, Tarikh al-Khulafa, cet 3, Baghdad,1383 HQ, hal 190. Ibnu Wadhih, Tarikh Ya'qubi, Najaf, 1384 HQ, jilid 2, hal 215. Ibnu Jauzy, Tadzkirah al-Khawash, Najaf, 1383 HQ, hal 196. Syaikh Muhammad Shibyan, Is'af ar-Raghibin, Kairo, hal 179).[] IRIB
Pembela orang miskin
Dalam agama Islam, orang-orang kaya memiliki kewajiban atas orang-orang tidak mampu. Berdasarkan aturan Islam, mereka yang memiliki diwajibkan untuk membantu mereka yang tidak mampu. Nabi Muhammad Saw dan para Imam senantiasa menekankan masalah ini. Setiap dari mereka pada zamannya menjadi contoh sebagai pengayom orang-orang miskin. Hal yang sama dengan Imam Hasan as. Selain dikenal sebagai alim, takwa, zuhud dan lain-lain, beliau dikenal juga sebagai orang dermawan. Di zamannya Imam Hasan dikenal sebagai orang paling dermawan. Setiap fakir yang datang ke rumahnya pasti pulang dengan membawa sesuatu dari pemberian Imam Hasan as. Bahkan sering kali sebelum seorang fakir membuka mulut untuk meminta pertolongan darinya, dengan melihat keadaannya, Imam Hasan as langsung menolongnya.
Allamah Suyuthi dalam buku sejarahnya menyebutkan: "Hasan bin Ali memiliki keutamaan akhlak yang sangat banyak. Ia seorang pribadi yang sabar, lapang dada, tegas, berwibawa dan dermawan. Orang yang banyak dipuji oleh rakyat kebanyakan".
Keluarga ilmu dan keutamaan
Suatu hari Utsman bin Affan duduk di pinggir masjid. Ada seorang fakir yang meminta pertolongan darinya. Utsman memberinya 5 dirham. Orang fakir itu berkata padanya, "Tolong tunjukkan aku orang bisa membantuku lebih banyak?" Pada waktu itu di pojok masjid duduk Hasan Mujtaba, Husin bin Ali dan Abdullah bin Ja'far. Utsman memberikan isyarah kepada mereka dan berkata: "Pergilah kepada tiga anak muda yang duduk di sana. Mereka pasti akan membantumu".
Si fakir kemudian pergi menghadap mereka dan menjelaskan keperluannya. Imam Hasan as berkata, "Meminta tolong harta kepada orang lain tidak baik, kecuali pada tiga kondisi; uang tebusan yang menjadi tanggungan seseorang yang tidak mampu menebusnya, hutang yang banyak dan tidak mampu untuk dibayar, fakir yang telah berusaha tapi tidak mampu lagi. Di antara ketiga kondisi ini, engkau termasuk yang mana?"
Si fakir menjawab, "Kondisiku salah satu di antara ketiga masalah yang engkau gambarkan itu".
Imam Hasan as kemudian memberikannya uang 50 dirham. Imam Husein as memberikannya 49 dirham dan berikutnya Abdullah bin Ja'far memberinya 48 dirham.
Ketika kembali, ia sempat melewati Utsman. Setelah melihatnya Utsman berkata, "Apa yang telah engkau lakukan?"
Ia menjawab, "Aku meminta uang darimu dan engkau memberikannya. Masalahnya adalah engkau tidak bertanya untuk apa aku memerlukan uang itu. Berbeda dengan engkau, salah satu dari mereka, Hasan bin Ali, bertanya kepada saya, untuk apa uang itu akan saya pakai. Saya kemudian menjawab apa yang akan saya lakukan dengan uang itu, kemudian mereka memberiku uang.
Utsman berkata, "Keluarga ini pusat ilmu dan kebijakan. Sumber kebaikan dan keutamaan. Di mana dapat ditemukan pribadi-pribadi seperti mereka?" (Bihar al-Anwar, Teheran, 1393 HQ, jilid 43, hal 333).
Disebutkan, "Dalam hidupnya, Imam Hasan as pernah mendermakan seluruh hartanya sebanyak dua kali. Tiga kali ia mendermakan setengah hartanya. Setengah untuk dirinya dan setengah lainnya diinfakkan di jalan Allah" (Suyuthi, Tarikh al-Khulafa, cet 3, Baghdad,1383 HQ, hal 190. Ibnu Wadhih, Tarikh Ya'qubi, Najaf, 1384 HQ, jilid 2, hal 215. Ibnu Jauzy, Tadzkirah al-Khawash, Najaf, 1383 HQ, hal 196. Syaikh Muhammad Shibyan, Is'af ar-Raghibin, Kairo, hal 179).[] IRIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar