Dalam kesempatan ini, kami akan kembali mengulas lagi sedikit tentang bagaimana sejarah pejuang para ahlul hadits yang meneruskan hadits – hadits Rasul Saw dari para ulama.
Bahwa kita semua Ahlussunnah wal jamaah adalah mengambil dalam satu
sanad walaupun dalam madzhab yang berbeda. Madzhabnya yang ada pada
ahlussunnah wal jamaah yang masih ada hingga saat ini adalah 4 Madzhab
besar, yaitu Madzhab Imam Malik, Madzhab Imam Hanafi, Madzhab Imam
Syafi’i dan Madzhab Imam Hambali.
Dan keempatnya ini bukan terpecah –
belah sanadnya tapi merupakan satu sanad. Sanad adalah mata rantai guru
atau rantai periwayat. Al Imam Ahmad bin Hanbal adalah murid Imam
Syafi’i dan Imam Syafi’i adalah murid Imam Malik dan Imam Malik hidup
satu zaman dengan Imam Hanafi. Dan Imam Hanafi ini adalah tabi’in
bersama Imam Malik yang berguru kepada para Sahabat Rasulullah Muhammad
Saw. Jadi keempat Imam Madzhab ini adalah satu rumpun bukannya berpecah
pecah dari sanad yang berbeda. Sama rumpunnya walaupun fatwa mereka
berbeda.
Oleh sebab itu berbeda dengan mereka
yang diluar ahlussunnah wal jamaah karena rumpunnya berbeda. Entah
mengambil jalur guru dari mana, karena keempat madzhab ini berasal dari
satu rumpun, karena mengambil dari satu rumpun dari tabi’in dari sahabat
Rasul dari Rasulullah Muhammad Saw. Di dalam ilmu hadits kita mengenal
derajat ahli hadits yang diantaranya di sebut Al Hafidh, Hujjatul Islam,
Al Hakim. Dan kita perlu menjabarkan sebagaimana diperjelas oleh Al
Imam Ibn Hajar Asqalani di dalam kitabnya Nukhfathul Fiikar bi Syarah Nukhfathul Fiikar beliau menjelaskan bahwa derajat para pakar hadits terendah adalah Al-Hafidh.
Al-Hafidh adalah orang yang telah menghafal 100.000 hadits beserta sanad dan hukum matannya.
Mereka yang sudah hafal 100.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya
maka mereka sudah mencapai gelar Al-Hafidh. Al-Hafidh di dalam ilmu
hadits bukan seorang yang hafal alqur’an, kalau Al Hafidh di dalam ilmu
hadits adalah yang hafal 100.000 hadits berikut sanad dan hukum
matannya. Padahal kalau haditnya panjangnya 1 baris, kalau disertakan
dengan sanad dan hukum matannya bisa menjadi 2 halaman panjangnya.
Mereka inilah orang – orang jenius yang dipilih oleh Allah Swt untuk
menjaga syariatul muthaharoh (syariah yang suci) sebagaimana
mereka – mereka itu tidak bisa percaya kalau ada jutaan hadits atau
jutaan kalimat masuk ke dalam microchip yang kecil seperti ujung ibu
jari maka di masa sekarang kita sulit percaya pada orang yang hafal
100.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya.
Akan tetapi Allah Swt menjaga syariah
ini dengan keberadaan mereka dan jumlah mereka bukan hanya 1 atau 2 tapi
ribuan para huffadh dimasa itu, masa kejayaan para tabi’in, para tabiut
tabi’in dan orang sesudahnya. Kita mengenal 7 nama dari periwayat
hadits terbesar, karena para muhaddits itu banyak orangnya, banyak ahli
hadits yang mengumpulkan hadits dan mencatatnya tapi diantaranya
terdapat 7 Imam Besar yang terkuat riwayatnya diantara lainnya, yaitu Al
Imam Ahmad bin Hambal, Al Imam Nasa’i, Al Imam Tirmidzi, Al Imam Ibn
Majah, Al Imam Abi Dawud, Al Imam Muslim dan Al Imam Bukhari. Ketujuh imam ini lebih kuat riwayatnya daripada yang lainnya. Yang lainnya masih banyak, ada Imam Daruquthni, Imam Hakim dan lainnya. Yang ketujuh ini diklasifikasikan lagi yaitu menjadi “Imam Kutubussithah” yaitu 6 Imam Besar yang tadi disebutkan terkecuali Imam Ahmad bin Hambal.
Imam Ahmad bin Hambal peringkat yang
nomor 7 dan yang terakhir. Ia pun tidak termasuk dalam klasifikasi 6
imam besar. Yang terbawah Imam Ahmad bin Hambal dari 7 periwayat hadits
terbesar, beliau ini hafal 1 juta hadits beserta sanad dan hukum
matannya. Dan Imam Ahmad bin Hambal terkenal dengan gelar “Sayyidul Huffadh“,
salah seorang dari yang paling banyak hafalan haditsnya. Ini derajat
yang ketujuh, bagaimana dengan imam – imam besar yang diatas beliau?.
Subhanallah.
Dan Imam Ahmad bin Hambal ini adalah
murid Imam Syafi’I, Oleh sebab itu jika di masa sekarang muncul orang
yang menghina, meremehkan fatwa Imam Syafi’i, semata karena ia tidak
mengerti siapa Imam Syafi’i. imam Syafi’i mempunyai murid yang banyak
diantaranya Imam Ahmad bin Hambal dan beliau hafal 1 juta hadits beserta
sanad dan hukum matannya.
Ketika salah seorang datang kepada Imam
Ahmad bin Hambal bahwa ia ingin menjadi muridnya, Imam Ahmad bin Hambal
memberikan 1 tumpukan hadits seraya berkata “ini ada 10.000 hadits, kau hafalkan dulu kalau sudah hafal baru bisa jadi muridku“.
Demikian syaratnya menjadi murid seorang imam besar, seorang muhaddits
besar dan orang semacam Imam Ahmad bin Hambal tidak akan menerima
seorang murid terkecuali ia telah menghafal lebih dari 10.00 hadits.maka
orang tersebut menghafal hadits – hadits tersebut, ketika ia lulus dan
mampu ia datang kepada Imam Ahmad bin Hambal seraya berkata “aku sudah hafal wahai imam, 10.000 hadits yang kau berikan“. Imam Ahmad bin Hambal berkata, “itu
10.000 hadits adalah hadits palsu, bukan hadits yang shahih, bukan pula
hadits hasan bukan pula hadits dhaif derajatnya tapi terkecuali itu
adalah hadits palsu“. Maka berkata muridnya “wahai imam, kau beri aku 10.000 hadits palsu?“, dan Imam Ahmad menjawab “itu untuk memperkuat hafalanmu“.
Demikianlah cara mereka menjaga ilmu
hadits, kenapa? Jika kau menghafal hadits shahih dan salah, kau akan
menipu umat hingga akhir zaman. Oleh sebab itu diberi hadits palsu,
kalau salah tidak berdosa, tidak menipu umat. Jika kuat hafalannya baru
diberikan hadits – hadits shahih dan dimasa itu hadits tidak ditulis
tapi dihafal. Berbeda dengan masa sekarang, di masa itu sangat sedikit
sekali hadits yang ditulis, semacam Imam Ahmad bin Hambal yang hafal 1
juta hadits beserta sanad dan hukum matannya dan beliau hanya sempat
menuliskan 20.000 hadits saja di dalam Musnadnya. Dan 980.000 hadits itu
sirna dengan wafatnya beliau dan wafatnya murid – muridnya. Ada yang
terjaga pada murid – muridnya jika murid – muridnya tiada menulisnya
maka akan sirna. 980.000 hadits dari sanubari Imam Ahmad bin Hambal
(hanya 20.000 hadits yg tertulis).
Inilah derajat yang ketujuh, diatasnya
ada lagi derajat klasifikasi 6 imam besar. Dari 6 Imam besar ini
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu “Shaikhain yakni Imam Bukhari
dan Imam Muslim”. Dan sisanya yang 4 adalah imam lainnya yaitu Imam
Nasa’i, Imam Tirmidzi, Imam Abi Dawud dan Imam Ibn Majah. 4 imam besar
ini dikalahkan oleh mereka tertinggi yaitu Imam Muslim dan Imam Bukhari.
Dan daripada yang tertinggi dari 7 periwayat hadits adalah Imam Bukhari
dan kedua adalah Imam Muslim.
Oleh sebab itu Imam Bukhari paling
dipegang riwayat haditsnya, kalau sudah diriwayatkan oleh Imam Bukhari
tidak ada lagi ahli hadits yang mempermasalahkannya. Hadits riwayat Imam
Muslim masih banyak dipermasalahkan kalau Imam Bukhari tidak ada lagi
yang mempermasalahkannya. Beliau adalah seorang pemuda jenius, beliau
itu bernama Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Bardizbah Al Bukhari,
beliau adalah seorang yang sangat mencintai Sayyidina Muhammad Saw.
Imam Bukhari di dalam Tadzkhiratul Huffadh dan Siyar A’lamunnubala
dijelaskan saat usianya 17 tahun beliau sudah hafal 200.000 hadits
berikut sanad dan hukum matannya. Di usia 17 tahun, seorang yang sangat
jenius yaitu Imam Bukhari sehingga imam – imam lainnya di masa itu
melihat bocah kecil ini sudah hafal puluhan ribu bahkan ratusan ribu
hadits, mengungguli mereka, diantara yang mengaguminya adalah Imam
Muhammad bin Salam, salah seorang senior ahli hadits di masa itu, ia
berkata “aku kalau meriwayatkan hadits tidak pernah gemetar kecuali
jika ada bocah ini yaitu Imam Bukhari, kalau ia ada disini aku gemetar
karena ia lebih tinggi hafalannya dari aku”. Demikianlah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Bardizbah Al Bukhari.
Derajat yang kedua adalah Imam Muslim.
Al-Imam Muslim suatu waktu mendapatkan permasalahan dalam hadits dan ia
tidak mampu menjawabnya. Mencari jawaban tidak jumpa dan tidak ketemu
akhirnya ia mendatangi Imam Bukhari dan ketika ia menyampaikan
permasalah haditsnya maka Imam Bukhari menjawabnya seperti membaca surat
al ikhlas, dengan gampangnya dan mudahnya Imam Bukahri menjawab,
demikian diriwayatkan di dalam tadzkiratul huffadh. Maka berkata Imam
Muslim “ijinkan aku mencium kedua kakimu wahai raja ahli hadits“.
Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin
Bardizbah Al Bukhari. Beliau lahir tahun 194 H, jauh setelah lahirnya
Imam Syafi’i, setelah Imam Syafi’i jadi Imam baru lahir Imam Bukhari.
Oleh sebab itu bukan levelnya kalau Imam Bukhari dibandingkan dengan
Imam Syafi’i, karena jauh sebelum Imam Bukhari, Imam Syafi’i sudah jadi
imam besar dan Imam Bukhari baru lahir ke muka bumi. Akan tetapi Imam
Bukhari adalah orang tertinggi yang diakui ilmunya di dalam hadits.
Imam Bukhari adalah orang yang sangat
mencintai Rasul Saw seraya menulis Shahih Bukhari sebanyak kurang lebih
7000 hadits, yang beliau tulis diantara makamnya Rasulullah Saw dan
mimbarnya Rasulullah Saw di Masjid Nabawiy. Beliau berwudhu lalu shalat
sunnah 2 rakaat kemudian menulis 1 hadits, dan kembali berwudhu lalu
shalat sunnah 2 rakaat dan kembali menulis hadits sampai mencapai lebih
dari 7000 hadits yang sampai saat ini dikenal dengan “Shahih Bukhari“. Dan inilah Asshahhul Kitab, kitab yang paling shahih dari semua hadits – hadits yang shahih.
Dan hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah, Ketika Imam Bukhari ditimpa banyak fitnah maka para murid – muridnya berkata, “wahai imam, kenapa tidak kau jawab dengan fatwa – fatwamu, mereka – mereka yang memfitnahmu?”. Imam Bukhari menjawab “aku
teringat hadits Rasul Saw, akan kalian lihat hal – hal yang tidak
kalian sukai daripada fitnah dan permasalahan kelak dan bersabarlah
kalian sampai kalian berjumpa dengan aku di telaga haudku”.
Demikian Imam Abu Abdillah Muhammad bin
Ismail bin Bardizbah Al Bukhari dan juga imam – imam besar lainnya,
mereka para pecinta Rasulullah Saw dan sangat memuliakan Rasul Saw,
sebagaimana Imam Ahmad bin Hambal diriwayatkan di dalam Tadzkiratul Huffadh dan Siyar A’lamunnubala,
ketika Imam Ahmad bin Hambal ini wafat maka jenazahnya dishalatkan
lebih dari 800.000 muslimin – muslimat dan ia pun berwasiat pada
putranya, jika aku wafat aku menyimpan 3 helai rambutnya Rasulullah
Saw, maka 1 helai rambut taruh dibibirku, yang 2 helai taruh di kedua
mataku dan makamkan aku dengan itu. Demikian cintanya Imam Ahmad
bin Hambal sehingga ia tidak ingin dikebumikan kecuali dengan terus
mencium rambutnya Rasulullah Saw. Demikianlah Mahabbah, demikianlah
cinta sang Imam kepada Nabi Muhammad Saw.
Demikian pula Imam Syafi’i, Imam Malik
bin Anas bin Malik, seorang yang sangat mencintai Rasul Saw. Imam Malik
ini kalau ditanya, maka ia berkata “Kau mau tanya soal hadits atau soal hukum. Kalau bicara hukum, aku jawab. Kalau Tanya soal hadits, tunggu dulu”.
Jika orang bertanya hadits, beliau berwudhu, setelah berwudhu lalu
memakai minyak wangi, memakai siwaknya, memakai sipat matanya lantas
memakai jubahnya baru berkata “Qaala Rasulullah Saw“. Demikian
Imam Malik bin Anas bin Malik Alaihi Rahmatullah, beliau adalah seorang
Imam di Madinah Al Munawarrah dan menjadi pemimpin para ahli hadits di
zamannya seraya menulis kitab hadits yang dinamakan : Almuwatta’,
(yg menginjak). Kenapa kitab haditnya ini dinamakan kitab yang
menginjak? Karena menundukkan seluruh kitab hadits di masanya, demikian
Imam Malik bin Anas bin Malik.
Ketika generasi mereka semakin sirna,
Al-Imam Ibn Hajar mengklasifikasikan bahwa derajat ahli hadits yang
pertama Al-Hafidh yaitu yang hafal 100.000 hadits beserta sanad dan
hukum matannya dan diatasnya terdapat lagi Hujjatul Islam yaitu yang
hafal lebih dari 300.000 hadits dengan sanad dan hukum matannya. Maka
kita mengenal Hujjatul Islam Al-Imam Ghazali, beliau ini telah sampai
derajat haditsnya melebihi 300.000 hadits dengan sanad dan hukum
matannya. Jika orang di masa sekarang meremehkan fatwa Imam
Ghazali, hati – hati beliau itu hafal lebih dari 300.000 hadits dengan
sanad dan hukum matannya. Demikian juga Hujjatul Islam Al-Imam
Nawawi dan masih banyak lagi para perawi hadits dan para muhadditsin
dari masa ke masa. Tinggallah kita di masa kini yang mesti harus terus
membangun generasi para ulama.
Allah Swt terus memuliakan umat ini dari
zaman ke zaman, walaupun mereka sudah semakin hari semakin kekurangan
ilmu tapi mereka masih mempunyai sanad, mereka masih mempunyai pertalian
guru, mereka berguru pada gurunya, gurunya berguru pada gurunya sampai
kepada ahli hadits sampai kepada Rasulullah Saw.
Hingga masa kini sangat berharga kita
mencari guru yang mempunyai sanad, yang mempunyai hubungan pertalian
dengan guru – guru para ahli hadits, para ahli alqur’an, para ahli fiqh
dan para ahli syariatul muthaharoh sehingga ilmu kita jelas mengikuti
guru yang mempunyai guru yang jelas sanadnya. Berbeda dengan orang yang
sembarang mengambil guru, tidak mengetahui gurunya hanya mempunyai buku
dan setelah itu fatwanya hanyalah terikat pada huruf – huruf di bukunya.
Ketika dimintai pertanggungjawaban di yaumal qiyamah, ia tidak bisa
membawa pertanggungjawabnnya karena sanadnya bersambung kepada hal yang
terputus.
Oleh sebab itu mari kita benahi umat,
kita benahi diri kita kalau seandainya kita sibuk dengan pekerjaan,
niatkan keturunan kita kelak menjadi ulama, menjadi pewaris para Nabi,
menjadi pejuang syariatul muthaharoh.
(Disadur dari isi ceramah al-Habib Munzir bin Fuad al-Musawa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar