Pembimbing kepada kebenaran dengan perkataannya. Para
ulama di zamannya mengakui keunggulannya. Dia telah menyegarkan
berbagai warisan pendahulu-pendahulunya yang saleh. Titisan dari Hadrat
Nabawi. Cabang dari pohon besar Alawi. Alim Rabbani. Imam kebanggaan
Agama, Abu Bakar bin Salim Al-’Alawi, semoga Allah meredhainya.
Beliau
lahir di Kota Tarim yang makmur, salah satu kota di Hadramaut, pada
tanggal 13 Jumadi Ats-Tsani 919 H. Dia kota itu, dia tumbuh dengan
pertumbuhan yang saleh, di bawah tradisi nenek moyangnya yang suci dalam
menghafal Al-Quran.
Orang-orang
terpercaya telah mengisahkan; manakala beliau mendapat kesulitan
menghafal Al-Quran pada awalnya. Ayahnya mengadukan halnya kepada Syeikh
Al-Imam Syihabuddin bin Abdurrahman bin Syeikh Ali. Maka Syeikh itu
bertutur: “Biarkanlah dia! Dia akan mampu menghafal dengan sendirinya
dan kelak dia akan menjadi orang besar. Maka menjadilah dia seperti yang
telah diucapkan Syeikh itu. Serta-merta, dalam waktu singkat, dia telah
mengkhatamkan Al-Quran.
Kemudian
dia disibukkan dengan menuntut ilmu-ilmu bahasa Arab dan agama dari
para pembesar ulama dengan semangat yang kuat, kejernihan atin dan
ketulusan niat. Bersamaan dengan itu, dia memiliki semangat yang menyala
dan ruh yang bergelora. Maka tampaklah tanda-tanda keluhurannya,
bukti-bukti kecerdasannya dan ciri-ciri kepimpinannya. Sejak itu,
sebagaimana diberitakan Asy-Syilly dalam kitab Al-Masyra’ Ar-Rawy, dia
membolak-balik kitab-kitab tentang bahasa Arab dan agama dan
bersungguh-sungguh dalam mengkajinya serta menghafal pokok-pokok dan
cabang-cabang kedua disiplin tersebut. Sampai akhirnya, dia mendapat
langkah yang luas dalam segala ilmu pengetahuan.
Dia
telah menggabungkan pemahaman, peneguhan, penghafalan dan pendalaman.
Dialah alim handal dalam ilmu-ilmu Syariat, mahir dalam sastra Arab dan
pandai serta kokoh dalam segenap bidang pengetahuan.
Dalam
semua bidang tersebut, beliau telah menampakkan kecerdasannya yang
nyata. Maka, menonjollah karya-karyanya dalam mengajak dan membimbing
hamba-hamba Allah menuju jalan-Nya yang lurus.
Guru-guru beliau
Guru-guru beliau
Para
guru beliau antara lain; Umar Basyeban Ba’alawi, ahli fiqih yang saleh,
Abdullah bin Muhammad Basahal Bagusyair dan Faqih Umar bin Abdullah
Bamakhramah. Pada merekalah dia mengkaji kitab Ar-Risalah
Al-Qusyairiyyah. Syeikh Ma’ruf bin Abdullah Bajamal Asy-Syibamy dan
Ad-Dau’any juga termasuk guru-guru beliau.
Hijrahnya dari Tarim
Dia beranjak dari Kota Tarim ke kota lain bertujuan untuk menghidupkan pengajian. memperbarui corak dan menggalakkan dakwah Islamiyah di jantung kota tersebut. Maka berangkatlah beliau ke kota ‘Inat, salah satu negeri Hadramaut. Dia menjadikan kota itu sebagai kota hijrahnya. Kota itu dia hidupkan dengan ilmu dan dipilihnya sebagai tempat pendidikan, pengajaran dan pembimbingan. Tinggallah di sana
hingga kini, masjid yang beliau dirikan dan pemakaman beliau yang luas.
Syahdan, berbondong-bondonglah manusia berdatangan dari berbagai
pelosok negeri untuk menimba ilmunya. Murid-murid beliau mengunjunginya
dari beragam tempat: Hadramaut, Yaman, Syam, India, Indus, Mesir, Afrika, Aden, Syihr dan Misyqash.
Para
murid selalu mendekati beliau untuk mengambil kesempatan merasai
gambaran kemuliaan dan menyerap limpahan ilmunya. Dengan merekalah pula,
kota ‘Inat yang kuno menjadi berkembang ramai. Kota itu pun berbangga dengan Syeikh Imam Abu Bakar bin Salim Al-’Alawi. Karena berkat kehadiran beliaulah kota tersebut terkenal dan tersohor, padahal sebelumnya adalah kota yang terlupakan.
Tentang hal itu, Muhammad bin Ali bin Ja’far Al-Katsiry bersyair:
Ketika kau datangi ‘Inat, tanahnya pun bedendang
Dari permukaannya yang indah terpancarlah makrifat
Dahimu kau letakkan ke tanah menghadap kiblat
Puji syukur bagi yang membuatmu mencium tanah liatnya
Kota yang di dalamnya diletakkan kesempurnaan
Kota yang mendapat karunia besar dari warganya
Dengan khidmat, masuklah sang Syeikh merendahkan diri
Duhai, kota itu telah terpenuhi harapannya.
Akhlak dan kemuliaannya
Dia
adalah seorang dermawan danmurah hati, menginfakkan hrtanya tanpa takut
menjadi fakir. Dia memotong satu dua ekor unta untuk para peziarahnya,
jika jumlah mereka banyak. Dan betapa banyak tamu yang mengunjungi ke
pemukimannya yang luas.
Dia
amat mempedulikan para tamu dan memperhatikan keadaan mereka.Tidak
kurang dari 1000 kerat roti tiap malam dan siangnya beliau sedekahkan
untuk fuqara’. Kendati dia orang yang paling ringan tangannya dan paling
banyak infaknya, dia tetap orang yang paling luhur budi pekertinya,
paling lpang dadanya, paling sosial jiwanya dan paling rendah hainya.
Sampai-sampai orang banyak tidak pernah menyaksikannya beristirehat.
Syeikh
ahli fiqih, Abdurrahman bin Ahmad Bawazir pernah berkata: “Syeikh Abu
Bakar selama 15 tahun dari akhir umurnya tidak pernah terlihat
duduk-duduk bersama orang-orang dekatnya dan orang-orang awam lainnya
kecuali ntuk menanti didirikannya saolat lima waktu”.
Syeikh
sangat mengasihani orang-orang lemah dan berkhidmat kepada orang-orang
yang menderita kesusahan. Dia memperlihatkan dan menyenangkan perasaan
mereka dan memenuhi hak-hak mereka dengan baik.
Di
antara sekian banyak akhlaknya yang mulia itu adalah kuatnya kecintaan,
rasa penghormatan dan kemasyhuran nama baiknya di kalangan rakyat.
Selain murid-murid dan siswa-siswanya, banyak sekali orang berkunjung
untuk menemuinya dari berbagai tempat; baik dari Barat ataupun Timur,
dari Syam maupu Yaman, dari orang Arab maupun non-Arab. Mereka semua
menghormati dan membanggakan beliau.
Ibadah dan pendidikannya
Seringkali
dia melakukan ibadah dan riyadhah. Sehingga suatu ketika dia tidak
henti-hentinya berpuasa selama beberapa waktu dan hanya berbuka dengan
kurma muda berwarna hijau dari Jahmiyyah di kota
Lisk yang diwariskan oleh ayahnya. “Di abnar, dia berpuasa selama 90
hari dan selalu sholat Subuh dengan air wudhu Isya’ di Masjid Ba’isa di
Kota Lask. Dalam pada itu, setiap malamnya di berangkat berziarah ke
makam di Tarim dan sholat di masjid-masjid kota
itu. Di masjid Ba’isa tersebut, dia selalu sholat berjamaah. Menjelang
wafat, beliau tidak pernah meningalkan sholat Dhuha dan witr.
Beliau selalu membaca wirid-wirid tareqat. Dia pribadi mempunyai beberapa doa dan salawat. Ada
sebuah amalan wirid besar miliknya yang disebut “Hizb al-Hamd wa
Al-Majd” yang dia diktekan kepada muridnya sebelum fajar tiba di sebuah
masjid. Itu adalah karya terakhir yang disampaikan ke muridnya, Allamah
Faqih Syeikh Muhammad bin Abdurrahman Bawazir pada tanggal 8 bulan
Muharram tahun 992 H.
Ziarah
ke makam Nabi Allah Hud a.s adalah kelazimannya yang lain. Sehingga
Al-Faqih Muhammad bin Sirajuddin mengabarkan bahawa ziarah beliau
mencapai 40 kali.
Setiap
malam sepanjang 40 tahun, dia beranjak dari Lask ke Tarim untuk sholat
di masjid-masjid kedua kota tersebut sambil membawa beberapa tempat
minum untuk wudhu, minum orang dan hayawan yang berada di sekitar situ.
Ada
banyak pengajaran dan kegiatan ilmiah yang beliau lakukan. Konon, dia
membaca kitab Al-Ihya’ karya Al-Ghazzali sebanyak 40 kali. Beliau juga
membaca kitab Al-Minhaj-nya Imam Nawawi dalam fiqih Syafi’i sebanyak
tiga kali secara kritis. Kitab Al-Minhaj adalah satu-satunya buku
pegangannya dalam fiqih. Kemudian dia juga membaca Ar-Risalah
Al-Qusyairiyyah di depan gurunya, Syaikh Umar bin Abdullah Bamakhramah.
Karya-karyanya
Antara lain:
- Miftah As-sara’ir wa kanz Adz-Dzakha’ir. Kitab ini beliau karang sebelum usianya melampaui 17 tahun.
- Mi’raj Al-Arwah membahas ilmu hakikat. Beliau memulai menulis buku ini pada tahun 987 H dan menyelesaikannya pada tahun 989 H.
- Fath Bab Al-Mawahib yang juga mendiskusikan masalah-masalah ilmu hakikat. Dia memulainya di bulan Syawwal tahun 991 H dan dirampungkan dalam tahun yang sama tangal 9 bulan Dzul-Hijjah.
- Ma’arij At-Tawhid
- Dan sebuah diwan yang berisi pengalaman pada awal mula perjalanan spiritualnya.
Kata Mutiara dan Untaian Hikmah
Beliau memiliki banyak kata mutiara dan untaian hikmah yang terkenal, antara lain:
Pertama:
Paling
bernilainya saat-saat dalam hidup adalah ketika kamu tidak lagi
menemukan dirimu. Sebaliknya adalah ketika kamu masih menemukan dirimu.
Ketahuilah wahai hamba Allah, bahwa engkau takkan mencapai Allah sampai
kau fanakan dirimu dan kau hapuskan inderamu. Barang siapa yang mengenal
dirinya (dalam keadaan tak memiliki apa pun juga), tidak akan melihat
kecuali Allah; dan barang siapa tidak mengenal dirinya (sebagai tidak
memiliki suatu apapun) maka tidak akan melihat Allah. Karena segala
tempat hanya untuk mengalirkan apa yang di dalamnya.
Kedua:
Ungkapan
beliau untuk menyuruh orang bergiat dan tidak menyia-nyiakan waktu:
“Siapa yang tidak gigih di awal (bidayat) tidak akan sampai garis akhir
(nihayat). Dan orang yang tidak bersungguh-sungguh (mujahadat), takkan
mencapai kebenaran (musyahadat). Allah SWT berfirman: “Barangsiapa yang
berjuang di jalan Kami, maka akan Kami tunjukkan kepadanya jalan-jalan
Kami”. Siapa pun yang tidak menghemat dan menjaga awqat (waktu-waktu)
tidak akan selamat dari berbagia afat (malapetaka). Orang-orang yang
telah melakukan kesalahan, maka layak mendapat siksaan.
Ketiga:
Tentang
persahabatan: “Siapa yang bergaul bersama orang baik-baik, dia layak
mendapatkan makrifat dan rahasia (sirr). Dan mereka yang bergaul dengan
para pendosa dan orang bejat, akan berhak mendapat hina dan api neraka”.
Keempat:
Penafsirannya
atas sabda Rasul s.a.w: “Aku tidaklah seperti kalian. Aku selalu dalam
naungan Tuhanku yang memberiku makan dan minum”. Makanan dan minuman
itu, menurutnya, bersifat spiritual yang datang datang dari haribaan
Yang Maha Suci”.
Kelima:
Engkau
tidak akan mendapatkan berbagai hakikat, jika kamu belum meninggalkan
benda-benda yang kau cintai (’Ala’iq). Orang yang rela dengan pemberian
Allah (qana’ah), akan mendapt ketenteraman dan keselamatan. Sebaliknya,
orang yang tamak, akan menjadi hina dan menyesal. Orang arif adalah
orang yang memandang aib-aib dirinya. Sedangkan orang lalai adalah orang
yang menyoroti aib-aib orang lain. Banyaklah diam maka kamu akan
selamat. Orang yang banyak bicara akan banyak menyesal.
Keenam:
Benamkanlah
wujudmu dalam Wujud-Nya. Hapuskanlah penglihatanmu, (dan gunakanlah)
Penglihatan-Nya. Setelah semua itu, bersiaplah mendapat janji-Nya.
Ambillah dari ilmu apa yang berguna, manakala engkau mendengarkanku.
Resapilah, maka kamu akan meliht ucapan-ucapanku dlam keadaan
terang-benderang. Insya-Allah….! Mengertilah bahawa Tuhan itu
tertampakkan dalam kalbu para wali-Nya yang arif. Itu karena mereka
lenyap dari selain-Nya, raib dari pandangan alam-raya
melaluiKebenderangan-Nya. Di pagi dan sore hari, mereka menjadi
orang-orang yang taat dalam suluk, takut dan berharap, ruku’ dan sujud,
riang dan digembirakan (dengan berita gembira), dan rela akan qadha’ dan
qadar-Nya. Mereka tidak berikhtiar untuk mendapat sesuatu kecuali
apa-apa yang telah ditetapkan Tuhan untuk mereka”.
Ketujuh:
Orang
yang bahagia adalah orang yang dibahagiakan Allah tanpa sebab (sebab
efesien yang terdekat, melainkan murni anugerah fadhl dari Allah). Ini
dalam bahasa Hakikat. Adapun dalam bahasa Syari’at, orang bahagia adalah
orang yang Allah bahagiakan mereka dengan amal-amal saleh. Sedang orang
yang celaka, adalah orang yang Allah celakakan mereka dengan
meninggalkan amal-amal saleh serta merusak Syariat - kami berharap
ampunan dan pengampunan dari Allah.
Kelapan:
Orang
celaka adalah yang mengikuti diri dan hawa nafsunya. Dan orang yang
bahagia adalah orang yang menentang diri dan hawa nafsunya, minggat dri
bumi menuju Tuhannya, dan selalu menjalankan sunnah-sunnah Nabi s.a.w.
Kesembilan:
Rendah-hatilah dan jangan bersikap congkak dan angkuh.
Kesepuluh:
Kemenanganmu
teletak pada pengekangan diri dan sebaliknya kehancuranmu teletak pada
pengumbaran diri. Kekanglah dia dan jangan kau umbar, maka engkau pasti
akn menang (dalam melawan diri) dan selamat, Insya-Allah. Orang bijak
adalah orang yang mengenal dirinya sedangkan orang jahil adalah orang
yang tidak mengenal dirinya. Betapa mudah bagi para ‘arif billah untuk
membimbing orang jahil. Karena, kebahagiaan abadi dapt diperoleh dengan
selayang pandang. Demikian pula tirai-tirai hakikat menyelubungi hati
dengan hanya sekali memandang selain-Nya. Padahal Hakikat itu juga jelas
tidak erhalang sehelai hijab pun. Relakan dirimu dengan apa yang telah
Allah tetapkan padamu. Sebagian orang berkata: “40 tahun lamanya Allah
menetapkan sesuatu pada diriku yang kemudian aku membencinya”.
Kesebelas:
Semoga
Allah memberimu taufik atas apa yang Dia ingini dan redhai. Tetapkanlah
berserah diri kepada Allah. Teguhlah dalam menjalankan tatacara
mengikut apa yang dilarang dan diperintahkan Rasul s.a.w. Berbaik
prasangkalah kepada hamba-hamba Allah. Karena prasangka buruk itu
bererti tiada taufik. Teruslah rela dengan qadha’ walaupun musibah besar
menimpamu. Tanamkanlah kesabaran yang indah (Ash-Shabr Al-Jamil) dalam
dirimu. Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah mengganjar orang-orang yang
sabar itu tanpa perhitungan. Tinggalkanlah apa yang tidak menyangkut
dirimu dan perketatlah penjagaan terhadap dirimu”.
Keduabelas:
Dunia ini putra akhirat. Oleh karena itu, siapa yang telah menikahi (dunia), haramlah atasnya si ibu (akhirat).
Masih banyak lagi ucapan beliau r.a. yang lain yang sangat bernilai.
Manaqib (biografi) beliau
Banyak sekali buku-buku yang ditulis mengenai biorafi beliau yang ditulis para alim besar. Antara lain:
Bulugh Azh-Zhafr wa Al-Maghanim fi Manaqib Asy-Syaikh Abi Bakr bin Salim karya Allamah Syeikh Muhammad bin Sirajuddin.
Az-Zuhr
Al-Basim fi Raba Al-Jannat; fi Manaqib Abi Bakr bin Salim Shahib ‘Inat
oleh Allamah Syeikh Abdullah bin Abi Bakr bin Ahmad Basya’eib.
Sayyid
al-Musnad pemuka agama yang masyhur, Salim bin Ahmad bin Jindan
Al-’Alawy mengemukakan bahawa dia memiliki beberapa manuskrip (naskah
yang masih berbentuk tulisan tangan) tentang Syeikh Abu Bakar bin Salim.
Di antaranya; Bughyatu Ahl Al-Inshaf bin Manaqib Asy-Syeikh Abi Bakr
bin Salim bin Abdullah As-Saqqaf karya Allamah Muhammad bin Umar bin
Shalih bin Abdurraman Baraja’ Al-Khatib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar