“Ini
adalah kisah ketika dunia hanya mengenal dua wilayah, Barat dan Timur.
Ini adalah persaingan antara dua negara; Imperium Romawi dan Khilafah
Islam. Ini adalah cerita saat dunia terpolarisasi menjadi dua bagian;
Kristen dan Islam. Ini adalah epik antara dua kekuasaan; Byzantium dan
Utsmani.”
Saat itu Muhammad Al Fatih adalah seorang pemuda yang umurnya baru
menginjak 21 tahun. Namun dengan kedekatan kepada Tuhannya serta dengan
segala persiapannya untuk mengemban misi para pendahulunya di Turki
Utsmani, akhirnya ia berhasil menaklukkan sebuah peradaban terbaik pada
masa itu. Sejarah pasti akan berulang, Muhammad Al Fatih menyampaikan
fakta bahwa pernah ada suatu masa di mana umat Islam berhasil menguasai
sebagian wilayah dunia.
Kita harus bisa belajar dari sejarah umat terdahulu, agar kita dapat
melihat pola keberhasilan yang dicapai umat terdahulu dan juga belajar
dari kesalahan-kesalahan mereka agar kita tidak mengulangi kesalahan
yang sama di masa yang akan datang. Apa yang beliau lakukan sampai
akhirnya beliau mampu menaklukan Konstantinopel bukanlah proses yang
mudah. Beliau memulainya dengan perencanaan yang matang. Mulai dari
menyiapkan persenjataan, menyiapkan para Al-Ghazi(pasukan yang
berjuang untuk islam) terbaik, melakukan banyak negosiasi dengan
Negara-negara lain dan menjalin koalisi, serta mempersiapkan segala
keperluan logistik untuk pasukan di sepanjang perjalanan.
Sampai akhirnya, pada 29 Mei 1453, beliau benar-benar merealisasikan
hadits Rasulullah yang disampaikan sekitar delapan abad sebelumnya. Ia
membuktikan bahwa Ia adalah sebaik-baiknya pemimpin dan pasukannya
adalah sebaik-baiknya pasukan.
Penuh Inspirasi dan Pembelajaran
Sebuah taktik perang yang terperinci dan memiliki element of surprise,
begitulah gambaran sebuah taktik perang ala Muhammad Al Fatih. Disaat
yang paling genting dalam upaya penaklukan Konstantinopel, seorang
Muhammad Al Fatih mampu menelurkan sebuah ide yang terbilang sangat
mustahil dilakukan oleh manusia. Pasukan Al Fatih berhasil memindahkan
72 kapal perang dari selat Bosphorus untuk mengarungi dataran Galata
menuju Teluk Tanduk Emas layaknya tengah berlayar dilautan.
Muhammad Al Fatih adalah seorang sultan yang memiliki kemampuan untuk “see beyond the eye can see”.
yaitu melihat lebih daripada yang bisa dilihat oleh mata manusia. Ia
sangat yakin akan sabda Nabi. Keyakinan ini secara langsung berdampak
pada pandangannya dalam menjalani kehidupan. Ia memiliki Aqidah yang
kuat dan keimanan yang membuatnya mampu meyakini apa yang tidak mudah
dipercayai oleh manusia. Pandangan serta impiannya seakan jauh melampaui
kehidupan dunia itu sendiri.
Dari seorang Al Fatih, kita belajar bahwa kemenangan yang didapatkan
Islam hanya bisa dicapai atas izin Allah. Pemimpin penaklukan tersebut
diberikan gelar pemimpin terbaik bukan hanya karena semata-mata berhasil
membebaskan Konstantinopel tetapi juga karena kedekatan Beliau kepada
Sang Maha pencipta. Muhammad Al Fatih mungkin menjadi satu-satunya
pemimpin yang tak pernah meninggalkan salat rawatib sejak ia aqil baligh
sampai saat wafatnya. Ia juga tak pernah meninggalkan salat tahujud
ditengah malam untuk berdialog dengan Allah dikeheningan pada sepertiga
malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar