Suatu
ketika seorang Habaib dari Hadramaut ingin menunaikan ibadah haji dan
berziaroh ke kakeknya Rasulullah SAW. Beliau berangkat dengan diiringi
rombongan yang melepas kepergiannya. Seorang Sulton di Hadramaut,
kerabat Habib tersebut, menitipkan Al Qur’an buatan tangan yang terkenal
keindahannya di jazirah arab pada saat itu untuk disampaikan kepada
raja Saudi.
Sesampai
di Saudi, Habib tersebut disambut hangat karena statusnya sebagai tamu
negara. Setelah berhaji, beliau ziarah ke makam Rasulullah. Karena tak
kuasa menahan kerinduannya kepada Rasulullah, beliau memeluk turbah
Rasulullah. Beberapa pejabat negara yang melihat hal tersebut
mengingkari hal tersebut dan berusaha mencegahnya sambil berkata, “Ini
bid’ah dan dapat membawa kita kepada syirik.” Dengan penuh adab, Habib
tersebut menurut dan tak membantah satu kata pun.
Beberapa
hari kemudian, Habib tersebut diundang ke jamuan makan malam raja
Saudi. Pada kesempatan itu beliau menyerahkan titipan hadiah Al Quran
dari Sulton Hadramaut. Saking girang dan dipenuhi rasa bangga, Raja
Saudi mencium Al Qur’an tersebut!
Berkatalah
sang Habib, “Jangan kau cium Qur’an tersebut… Itu dapat membawa kita
kepada syirik!” Sang raja menjawab, “Bukanlah Al Qur’an ini yang kucium,
akan tetapi aku menciumnya karena ini adalah KALAMULLAH!”
Habib
berkata, “Begitu pula aku, ketika aku mencium turbah Rasulullah,
sesungguhnya Rasululullah-lah yang kucium! Sebagaimana seorang sahabat
(Ukasyah) ketika menciumi punggung Rasulullah, tak lain adalah karena
rasa cinta beliau kepada Rasulullah. Apakah itu syirik?!”
Tercengang sang raja tak mampu menjawab.
Kemudian Habib tersebut membaca suatu syiir yang berbunyi,
Marortu ‘alad diyaari diyaaro lailah
Uqobbilu dzal jidaari wa dzal jidaaro
Fa ma hubbud diyaar, syaghofna qolbi
Wa lakin hubbu man sakanad diyaro
Kulalui depan rumah laila (sang kekasih)
Kuciumi dinding2 rumahnya
Tidaklah kulakukan itu karena cintaku kepada rumahnya,
Namun karena cintaku kepada si penghuni rumah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar