Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad Bilfaqih Ba Alawi yang bergelar Al alamatud dunya
(penulis buku Ar-Rosyafat) pernah ditanya, “Apa dan bagaimana thoriqoh
Bani Alawi (Sadah al Abiy ‘Alawiy) itu? Apakah cukup didefinisikan
dengan ittiba’ (mengikuti) Quran dan sunah? Apakah di antara mereka
terdapat perbedaan pendapat? Apakah thoriqoh mereka bertentangan dengan
thoriqoh- thoriqoh yang lain?”
Beliau
menjawab, “Ketahuilah, sesungguhnya thoriqoh Bani Alawi merupakan salah
satu thoriqoh kaum sufi yang asasnya adalah ittiba’ (mengikuti) Quran
dan sunah, puncaknya (ro’suha/intinya) adalah sidqul iftiqar
(benar-benar merasa butuh kepada Allah) dan syuhadul minnah (bersaksi
bahwa semuanya merupakan karunia Allah). Thoriqoh ini mengikuti
(ittiba’) manshash [1] dengan cara khusus dan menyempurnakan semua dasar
(ushul) untuk menyegerakan wushul.
Jadi
thoriqoh Bani Alawi lebih dari sekedar mengikuti Quran dan Sunah secara
umum dengan mempelajari hukum-hukum zhohir. Pokok bahasan ilmu ini
sifatnya umum dan universal, sebab tujuannya adalah untuk menyusun
aturan yang juga mengikat orang-orang bodoh dan kaum awam lainnya. Tidak
diragukan, bahwa kedudukan manusia dalam agama berbeda-beda. Oleh
karena itu diperlukan ilmu khusus untuk orang-orang khusus, yakni ilmu
yang menjadi pusat perhatian kaum khowwash: ilmu yang membahas hakikat
takwa dan perwujudan ikhlas. Demikian itulah jalan lurus (shirathol
mustaqim) yang lebih tipis dari sehelai rambut.
Sesungguhnya
ilmu tasawuf tidak cukup disampaikan secara umum, bahkan setiap bagian
darinya perlu didefinisikan secara khusus. Demikian itulah ilmu tasawuf,
ilmu yang oleh kaum sufi digunakan sebagai kendaraan untuk menghampiri
Allah Ta’ala. Zhohir jalan kaum sufi adalah ilmu dan amal, sedangkan
batinnya adalah kesungguhan (sidq) dalam ber-tawajjuh kepada Allah
Ta’ala dengan mengamalkan segala perbuatan yang diridhoi-Nya dengan cara
yang diridhoi-Nya.
Jalan
ini menghimpun semua akhlak luhur dan mulia, menyingkirkan sifat-sifat
hina dan tercela. Puncak tujuannya adalah untuk meraih kedekatan dengan
Allah dan fath. Jalan ini mengajarkan seseorang untuk menyandang
sifat-sifat mulia dan beramal saleh, serta mewujudkan (tahqaq) asrar,
maqamat dan ahwal. Thoriqoh ini diwariskan oleh kaum sholihin kepada
orang-orang saleh dengan pengamalan, dzauq dan tindak-tanduk, sesuai
fath, kemurahan dan karunia yang diberikan Allah sebagaimana syairku
dalam Ar-Rasyafat:
Orang yang menguasai semua ilmu syariat namun tidak merasakan manisnya makrifat maka dia lalai dan lelap dalam tidurnya
Takutlah kepadanya, seperti takutnya orangyang kebingunganketika menghadapi ancaman maut dan segalayang menakutkan
Makrifat
diraih berkat curahan karunia Ilahiatau fathsetelah usaha
sungguh-sungguh,bukan dari riwayat yang disampaikan makhlukdan buku,juga
bukan dari tutur kata manusia.
Sungguh
beruntung orang yang baik persiapannyadan hatinya bebas dari perbudakan
makhluk-NyaPetunjuk akan menetap di benaknyaIa pun merasakan sepercik
makrifat di hatinya
Sungguh
sepercik (makrifat) dari gelas yang disegeltelah memenuhi hati dengan
berbagai ilmu,melindungi pemahaman dari keraguandan membebaskan akal
dari segala belenggu
Ketahuilah,
thoriqoh Bani Alawi ini: zhohir-nya adalah ilmu-ilmu agama dan amal,
sedangkan batinnya adalah men-tahqaq berbagai maqam dan ahwal. Adab
thoriqoh ini adalah menjaga asrar, dan timbul ghirah jika asrar tadi
diungkapkan. Jadi, zhohir thoriqoh Bani Alawi adalah ilmu dan amal di
atas jalan lurus sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ghozali. Dan bathin
thoriqohnya adalah tahqaqul haqaqoh dan tajradut tauhid sebagaimana
dijelaskan dalam thoriqoh Syadziliyah.
Ilmu
Bani Alawi adalah ilmunya kaum (sufi) dan rusam mereka menghapus rusam.
Mereka mendekatkan diri kepada Allah dengan semua amal. Mereka juga
mengikat perjanjian (‘ahd), mengucapkan talqin, mengenakan khirqoh,
menjalani kholwat, riyadhoh, mujahadah, dan mengikat tali persaudaraan.
Mujahadah terbesar mereka adalah penyucian hati, persiapan untuk
menghadang karunia-karunia Ilahi dengan menempuh jalan nan lurus, dan
mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan menjalin persahabatan dengan
orang-orang yang memiliki petunjuk (ahlil irsyad).
Dengan
tawajuh yang sidq, Allah pasti akan memberikan karunia-Nya. Dan dengan
perjuangan yang sungguh-sungguh Allah pasti akan memberikan fath. Allah
berfirman:
“Dan
orang-orang yang berjuang untuk (mencari keridhoan) Kami, pasti akan
Kami tunjukkan (kepada mereka) jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah
benar-benar bersama orang-orang yang suka berbuat baik.” (QS Al-Ankabut, 29:69)
Sumber
thoriqoh Bani Alawi adalah thoriqoh Madaniyyah, yakni thoriqoh Syeikh
Abu Madyan Syu’aib Al-Maghrobi. Sedangkan pusat dan sumber hakikat
thoriqoh Bani Alawi adalah Al-Fardu Al-Ghauts Syeikh Al-Faqih
Al-Muqoddam Muhammad bin Ali Ba Alawi Al-Huseini Al-Hadhromi.
Thoriqoh
ini diturunkan oleh orang-orang saleh yang memiliki maqamat dan ahwal,
dan merupakan thoriqoh tahqaq (pengamalan dan pembuktian), dzauq dan
asrar. Oleh karena itu, mereka memilih bersikap khumal, menyembunyikan
diri, dan tidak meninggalkan tulisan tentang thoriqoh ini. Mereka
mengambil sikap demikian sampai zaman Alaydrus (Habib Abdullah Alaydrus
bin Abubakar As-Sakran) dan adik beliau Syeikh Ali (bin Abubakar
As-Sakran).
Setelah
banyak yang melakukan perjalanan, maka ruang gerak (Alawiyin) semakin
luas. Yang dekat dapat saling berhubungan, tapi tidak demikian halnya
dengan yang jauh. Karena itu dibutuhkan usaha untuk menyusun buku dan
memberikan penjelasan. Alhamdulillah, muncullah beberapa karya yang
melapangkan dada dan menyenangkan hati, seperti: Al-Kibratul Ahmar,
Al-Juz-ul lathaf, Al-Ma’arij, Al-Barqoh, dan karya-karya lain yang cukup
banyak dan masyhur.
Thariqah Para Salaf KitaDiambil dari Al-Maslak Al-Qarib, karya Al-Imam Thohir bin Husin Bin Thohir Ba’alawi
Sesungguhnya thariqah Alawiyah adalah suatu thariqah dari golongan sufi yang berdasarkan di atas:
· Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang bersumber dari para Sahabat yang mulia, Tabi’in dan para pengikut Tabi’in yang utama.
· Mempelajari hukum-hukum yang wajib bagi setiap orang Muslim.
· Mengikut jejak langkah Nabi SAW yang dapat diketahui melalui perilaku beliau.
· Berpegang
teguh pada syariah yang bersandarkan pada perbuatan dan ucapan yang
baik dan terpuji serta mencegah agar tidak terpengaruh oleh pemikiran
dan adat resam kebiasaan yang buruk.
Oleh yang demikian, perkara yang harus dilakukan oleh setiap orang yang mengikuti thariqah ini ialah:
· Menuntut ilmu dengan didasari di atas dasar ketaqwaan
· Mencegah diri agar tidak memperturutkan hawa nafsunya.
· Mengikuti thariqah ini dengan sebaik-baiknya
· Menjaga
diri dalam menghadapi berbagai golongan dan berhati-hati dalam
menghadapi berbagai ikhtilaf yang terjadi serta mengambil dari apa yang
patut atau bermanfa’at untuk dirinya, sebab thariqah Alawiyah adalah
suatu thariqah yang amat mulia yang telah dibina oleh para Sa’adah
Ba’alawi dari generasi ke generasi dan turun temurun dan seterusnya
sampai kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.
Oleh
sebab itu, ramai di kalangan orang yang telah mendahului kita yang
dapat sampai kepada darjat (maqam) ijtihad, bahkan tidak sedikit yang
sampai kepada darjat tertinggi dari tingkat para wali iaitu darjat
(maqam) As-Sidqiyyah Al-Kubra.
Begitulah
keadaan mereka, selalu berjalan di jalur yang telah dilalui oleh para
pendahulu mereka tanpa ada penyimpangan sedikitpun. Pada zahirnya mereka
menjalankan ilmu-ilmu dan mengamalkannya, dan pada batinnya mereka
sering berusaha memantapkan darjat pendekatan kepada Allah dan menjaga
keadaan hati (Al Ahwaal). Sedangkan tingkah laku mereka adalah selalu
menjaga keadaan-keadaan batin agar jangan sampai mengalami degradasi.
Dan ilmu mereka adalah sesuai dengan yang diajarkan oleh para ulama.
Mereka
tidak berkeinginan untuk menampakkan keadaan mereka yang sebenarnya.
Tetapi mereka ingin selalu mendekatkan diri kepada Allah Taala dengan
cara memberi wasiat yang baik kepada sesama manusia seperti bertaqwa
kepada Allah. Mereka juga mendekatkan diri mereka kepada Allah dengan
banyak berzikir, memakai khirqoh (selendang yang biasanya dipakai oleh
kaum sufi), berkhalwat (menghindarkan diri dari buruk tingkah laku untuk
mendekatkan diri kepada Allah Taala). juga dengan bermujahadah
(memerangi hawa nafsu).
Selain
itu, mereka juga sering mengikat tali persaudaraan kerana Allah Taala.
Cara mereka dalam bermujahadah adalah dengan membersihkan hati mereka
dari segala sesuatu yang tidak baik, mempersiapkan diri untuk
mendapatkan kurniaan-kurniaan dari Allah Taala, dan selalu berjalan di
atas jalan yang telah mendapat petunjuk.
Di
antara mereka, para Saadatuna Ba’alawi di dalam jalan dakwah mereka
untuk mengajak manusia menyesuaikan diri dengan jalan yang mereka jalani
ialah dengan cara mengadakan majlis-majlis ilmu. Selain dari itu, ada
di antara mereka yang melakukan cara bercampur-gaul dengan masyarakat
sambil menyebarkan dakwah mereka dan memberi manfaat kepada masyarakat.
Mereka
adalah suatu golongan yang siapapun bergaul atau berkumpul dengan
mereka maka dia tidak akan tersesat atau merasa hina. Sedangkan orang
yang memisahkan diri dari mereka baik orang tersebut dari golongan
mereka atau tidak maka orang tersebut akan dikumpulkan nanti pada hari
kiamat dengan orang yang mereka ikuti. Hal ini sesuai dengan hadith Nabi
SAW bahawa seseorang akan dikumpulkan dengan orang yang dicintainya
pada hari kiamat.
Oleh
yang demikian, kamu akan menyaksikan amalan-amalan yang telah mereka
lakukan seperti mengerjakan amalan yang wajib dan meninggalkan segala
bentuk hal-hal yang diharamkan. Mereka selalu mendekatkan diri kepada
Allah dengan melaksanakan seluruh perbuatan yang disunnahkan oleh agama
serta menjauhkan diri dari perbuatan yang makruh menurut syariat.
Bahkan mereka meninggalkan mubah (hal-hal yang boleh dilakukan) tetapi di dalamnya masih mengandungi syahwat.
Mereka
menghiasi diri mereka dengan budi pekerti dan sifat-sifat yang luhur.
Mereka menghilangkan diri dari segala sifat-sifat buruk dan aniaya
sehingga nampaklah dari mereka karamah seperti mereka dapat mengetahui
hal-hal yang ghaib dan sebagainya yang merupakan di luar jangkauan akal
manusia biasa.
Sebenarnya
mereka tidaklah menginginkan karamah yang luar biasa itu tampak dari
mereka. Mereka merasa bahawa dengan beristiqamah dalam amalan mereka itu
maka cukuplah hal itu adalah suatu karamah. Tetapi karamah mereka itu
merupakan suatu bukti dari Allah Taala bahawa mereka inilah pewaris dan
pengikut yang sempurna dari jejak Nabi Muhammad SAW.
Wahai
saudaraku sekalian, berusahalah dengan sekuat tenagamu untuk berjalan
di atas thariqah yang mulia ini, kerana sesungguhnya untuk mengikutinya
dengan sempurna memang amat sulit bagi orang awam kecuali bagi
orang-orang yang telah dikurniakan oleh Allah Taala seperti para Auliya
yang tinggi kedudukannya di sisi Alla Taala, sepertimana Rasulullah SAW
bersabda:“Luruskanlah, dekatilah, gembirakanlah (perkara dakwahmu) dan
ketahuilah olehmu sekalian bahawa sesungguhnya seseorang tidak akan
masuk syurga disebabkan oleh amalannya, begitu juga aku, kecuali
orang-orang yang Allah kurniakan rahmat dan keampunan-Nya” (H.R Imam
Ahmad)
Diriwayatkan
di dalam hadith Bukhari dan Muslim dari Sayyidatina Aisyah r.a. berkata
(mengenai hadith tersebut di atas) iaitu “Dekatilah”, bahawa Rasulullah
SAW tidak mengatakan kira-kiralah, sempurnakanlah, selesaikanlah suatu
urusan itu sampai pada puncaknya. Hal itu disebabkan oleh terbatasnya
manusia dalam melaksanakan suatu amalan. Oleh sebab itu, seseorang
apabila mendekati suatu urusan, maka bagaimanapun juga dia akan
mendapatkan balasan dari urusan itu.
“Ya
Allah, berilah kami taufiq untuk mendapatkan keredhaan-Mu, dan
jadikanlah kami orang yang Engkau cintai, dan berilah kenikmatan dari
curahan rahmat-Mu. Amin…”
Barangsiapa
yang ingin mengetahui keadaan orang-orang yang mempunyai silsilah emas
(para Wali Allah) maka bacalah bagian akhir dari kitab Asaasul Islam,
dan barangsiapa yang ingin mengetahui riwayat hidup mereka, silakan
membaca kitab Kanzil Baraahin dan Masyrour Rawy.
Berkata
Sayyidina Syeikh Soleh Al-Ja’afari dalam sya’irnya: Sesungguhnya jalan
yang benar sangatlah mudah untuk dilalui,oleh orang yang mendapatkan nur
Ilahi dalam perbuatan dan perkataannya.Mereka melihat jalan lurus
terbentang di hadapan matanya,yang tidak ada lagi jalan yang lebih benar
dari jalan itu.Jalan itu tidak akan didapati hanya dengan mengingat dan
berfikir,atau dengan ajakan dan mengikut hawa nafsu untuk saling
berbantahan.Tidaklah para penyeru ke jalan ini mendapatkannya,kecuali
dengan hati yang bersih dan menghapus segala yang merosakkannya…
Thariqah
Alawiyyah adalah suatu thariqah yang ditempuh oleh para salafus sholeh.
Dalam thariqah ini, mereka mengajarkan Al-Kitab (Al-Qur’an) dan
As-Sunnah kepada masyarakat, dan sekaligus memberikan suri tauladan
dalam pengamalan ilmu dengan keluhuran akhlak dan kesungguhan hati dalam
menjalankan syariah Rasullullah SAW.
Penjelasan di atas dinukil dari buku Qutil Qulub, karya Abul Qosim Al-Qusyairy, dan dari beberapa kitab lain.
Mereka
menerangkan dengan terinci, bahwa thariqah As-Saadah Bani Alawy ini
diwariskan secara turun temurun oleh leluhur (salaf) mereka : dari kakek
kepada kepada ayah, kemudian kepada anak-anak dan cucu-cucunya.
Demikian seterusnya mereka menyampaikan thariqah ini kepada anak cucu
mereka sampai saat ini. Oleh karenanya, thariqah ini dikenal sebagai
thariqah yang langgeng sebab penyampaiannya dilakukan secara ikhlas dan
dari hati ke hati.
Dari
situlah dapat diketahui, bahwasanya thariqah ini berjalan di atas rel
Al-Kitab dan As-Sunnah yang diridhoi Allah dan Rasul-Nya. Jelasnya,
Thariqah Alawiyyah ini menitik-beratkan pada keseimbangan antara ibadah
mahdhah, yaitu muamalah dengan Khaliq, dengan ibadah ghoiru mahdhah,
yakni muamalah dengan sesama manusia yang dikuatkan dengan adanya
majlis-majlis ta’lim yang mengajarkan ilmu dan adab serta majlis-majlis
dzikir dan adab. Dengan kata lain, thariqah ini mencakup hubungan
vertikal (hubungan makhluk dengan Khaliqnya) dan hubungan horizontal
(antara sesama manusia).
Selain
itu, thariqah ini mengajarkan kepada kita untuk bermujahadah
(bersungguh-sungguh) dalam menuntut ilmu guna menegakkan agama Allah
(Al-Islam) di muka bumi. Sebagaimana diceritakan, bahwa sebagian dari
As-Saadah Bani Alawy pergi ke tempat-tempat yang jauh untuk belajar ilmu
dan akhlak dari para ulama, sehingga tidak sedikit dari mereka yang
menjadi ulama besar dan panutan umat di jamannya. Banyak pula dari
mereka yang mengorbankan jiwa dan raga untuk berdakwah di jalan Allah,
mengajarkan ilmu syariat dan bidang ilmu agama lainnya dengan penuh
kesabaran, baik di kota
maupun di pelosok pedesaan. Berkat berpedoman pada Al-Qur’an dan
As-Sunnah, disertai kesungguhan dan keluhuran akhlak dari para pendiri
dan penerusnya, thariqah ini mampu mengatasi tantangan jaman dan tetap
eksis sampai saat ini.
Intisari Thariqah Alawiyyah
Kalam Al-Habib Muhammad bin Husin bin Ali Ba’bud
Sesungguhnya
asas thariqah para salafunas sholihin dari Bani Alawy yaitu adalah
Al-Kitab dan As-Sunnah, dan yang menjadi bukti tentang itu semua adalah
perjalanan hidup mereka yang diridhoi oleh Allah dan hal ihwal mereka
yang terpuji. Secara garis besar, thariqah mereka itu adalah sebagai
berikut :
· Menjaga waktu-waktu yang diberikan Allah dan memanfaatkan waktu tersebut untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada-Nya
· Selalu terikat dan hadir dalam majlis-majlis ilmu dan majlis yang bersifat dapat mengingatkan diri kepada Allah.
· Berakhlak
dengan adab-adab yang baik, menjauhi ketenaran, meninggalkan hal-hal
yang tidak berguna, dan menghilangkan semua atribut kecuali atribut
kebaikan.
· Membiasakan
diri dalam membaca dzikir terutama dzikir-dzikir Nabawiyyah sesuai
dengan batas kemampuannya, seperti amalan-amalan dzikir yang disusun
oleh Al-Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad.
· Ziarah
kepada para ulama dan auliya baik yang masih hidup ataupun yang telah
meninggal, selalu ingin bermaksud menghadiri perkumpulan-perkumpulan
yang penuh dengan dzikir khususnya yang mengandung unsur mengingatkan
diri kepada Allah, dan menghadirinya dengan penuh rasa husnudz dzon
(berbaik sangka), dengan syarat bahwa perkumpulan-perkumpulan tersebut
bebas dari perbuatan-perbuatan mungkar yang dipandang oleh agama.
Menyingkap sifat-sifat aimmah Thariqah Alawiyyah
Kalam Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Atthas
Mereka
salafunas sholeh lebih cenderung kepada merendahkan diri dengan hidup
sederhana dan mereka puas dengan hal itu, padahal mereka adalah para
aimmah (pemimpin) keluarga Bani Alawy. Mereka sebagai pemimpin thariqah
ini lebih menyukai untuk mengorbankan diri mereka sendiri demi
kepentingan orang lain sekalipun mereka mempunyai kebutuhan yang
mendesak.
Telah
berkata salah seorang ulama dari salafunas sholeh tentang keluarga Bani
Alawy, “Banyak dari mereka yang menjadi ulama-ulama besar dan iImam
sebagai panutan umat di jamannya. Sehingga tidak sedikit di antara
mereka yang kita kenal sebagai seorang Wali Allah yang mempunyai
karomah. Hati mereka itu tenggelam dalam lembah cinta kepada Allah SWT.
Disamping itu mereka mempunyai perhatian yang besar sekali terhadap
kitab-kitab karangan Al-Imam Al-Ghazaly, terutama kitab Ihya’,
Al-Basith, Al-Wasith dan Al-Wajiz. Lagipula tidak jarang dari mereka
yang mencapai derajat Al-Huffadz (orang yang banyak menghafal
hadits-hadits Nabi SAW).”
Kalau
kita teliti sejarah mereka, setiap orang dari aslafunas sholihin
berkhidmat kepada orang-orang, makan bersama orang-orang miskin dan
anak-anak yatim piatu. Bahkan mereka memikul hajat orang-orang miskin
dari pasar, berjabat tangan kepada orang yang kaya dan yang miskin, para
pejabat dan rakyat jelata. Oleh karenanya, berkata Al-Imam Abdullah bin
Alwi Alhaddad, “Barang siapa yang melihat salah seorang dari mereka,
begitu menatap pandangannya kepada mereka, pasti akan merasa kagum akan
keanggunan budi pekerti mereka.” Telah diuraikan oleh salah seorang
ulama terkenal yaitu Al-Imam Ahmad bin Zain Alhabsyi bahwa dalam diri
mereka keluarga Bani Alawy terdapat ilmu dhohir dan batin.
Dalam
segi akidah, mereka tidak menyimpang walau seujung kaki semut pun dari
akidah Asy’ariyyah/Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan bermadzhabkan Syafi’i.
Mereka tidak terpengaruh oleh beraneka ragam bid’ah dan kerawanan
lilitan harta duniawi. Itulah sebagian daripada sifat-sifat aimmah Bani
Alawy dan masih banyak lagi sifat-sifat mereka jika kita mau meninjau
jejak mereka dan
Anjuran Kepada Putra-putri Alawiyyin
Dari
para leluhur yang saleh dan mulia, kita akan dibimbing kepada jalan
yang penuh petunjuk dari Allah SWT. Berkata Al-Imam Asy-Syeikh Abdullah
bin Ahmad Basaudan RA di dalam kitabnya Al-Futuuhah Al-Arsyiah, setelah
menyebutkan beberapa kitab yang terkarang dimana disana disebutkan
riwayat hidup para Saadah. Beliau berkata, “Pintasilah jalan yang penuh
cahaya sebagaimana yang telah dipaparkan dalam kitab Ihya Ulumiddin,
supaya anda tergolong dari orang-orang yang punya rasa malu, dan
pintasilah jalan hidayat dengan mengamalkan apa yang ada didalam kitab
Bidayatul Hidayah.”
Berkata
Sayyiduna Al-Imam Muhammad bin Ahmad bin Ja’far bin Ahmad bin Zein
Alhabsyi, “Qodho (ketetapan) itu tidak dapat dipungkiri, dan syariat
harus diikuti tanpa dikurangi dan ditambahi. Para
imam kita keluarga Bani Alawy telah melintasi jalur yang mulus dan
jalan yang lurus. Barangsiapa yang mencari aliran baru untuk dirinya
sendiri atau untuk putra-putrrinya dengan cara tidak menempuh di jalan
para datuk-datuknya yang saleh dan mulia, maka pada akhir umurnya ia
akan menemui kekecewaan dan kebinasaan.”
Mereka
itulah yang dikatakan sebagai golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang
dikategorikan pada golongan yang selamat bersama Nabi SAW. Mereka itulah
orang-orang yang bakal mendapat syafaat beliau SAW.
Berkata
Sayyiduna Al-Imam Al-Ahqof As-Sayyid Umar bin Saggaf Assaggaf kepada
anaknya, “Aku berpesan kepadamu, hendaklah kau bersungguh-sungguh
mengikuti perjalanan para Salafuna As-sholeh dari Ahlul Bait An-Nabawy,
terlebih-lebih dari keluarga Bani Alawy. Bersungguh – sungguhlah dan
bergiatlah dalam mengikuti perjalanan mereka niscaya kau akan sukses.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar