Selamat Datang di Blog Resmi **Majlisarrahman.blogspot.com ** Majelis Dzikir Ratibul Al-Habib Abdullah Bin Alwi Al-Haddad wa Maulidun Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam (Dzikrullah wa Dzikrurrosul SAW) Jakarta - Indonesia. Terimakasih Sudah Mengunjungi Blog Kami**

 photo oji_zpsb336d6d8.gif
Selamat Datang di Blog Resmi **Majlisarrahman.blogspot.com ** TUNJUKKAN KEPERDULIAN DAN BAKTI KITA PADA PEMBENAHAN ISLAM DENGAN TURUT MENYUMBANGKAN HARTA KITA SEBAGAI SAKSI, BANTUAN KITA ADALAH CERMIN KADAR IMAN KITA, RASULULLAH SAW BERSABDA : SETIAP HARI TURUN DUA MALAIKAT MULIA KE BUMI DAN BERDOA, WAHAI ALLAH BERI ORANG YANG BERINFAQ KESEJAHTERAAN, DAN BERI ORANG YANG KIKIR KEHANCURAN ( shahih Bukhari ). Terimakasih Sudah Mengunjungi Blog Kami**

Senin, 22 Oktober 2012

THARIQOH ALAWIYYAH - TAREKAT ALAWIYYAH

Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad Bilfaqih Ba Alawi yang bergelar Al alamatud dunya (penulis buku Ar-Rosyafat) pernah ditanya, “Apa dan bagaimana thoriqoh Bani Alawi (Sadah al Abiy ‘Alawiy) itu? Apakah cukup didefinisikan dengan ittiba’ (mengikuti) Quran dan sunah? Apakah di antara mereka terdapat perbedaan pendapat? Apakah thoriqoh mereka bertentangan dengan thoriqoh- thoriqoh yang lain?”
Beliau menjawab, “Ketahuilah, sesungguhnya thoriqoh Bani Alawi merupakan salah satu thoriqoh kaum sufi yang asasnya adalah ittiba’ (mengikuti) Quran dan sunah, puncaknya (ro’suha/intinya) adalah sidqul iftiqar (benar-benar merasa butuh kepada Allah) dan syuhadul minnah (bersaksi bahwa semuanya merupakan karunia Allah). Thoriqoh ini mengikuti (ittiba’) manshash [1] dengan cara khusus dan menyempurnakan semua dasar (ushul) untuk menyegerakan wushul.
Jadi thoriqoh Bani Alawi lebih dari sekedar mengikuti Quran dan Sunah secara umum dengan mempelajari hukum-hukum zhohir. Pokok bahasan ilmu ini sifatnya umum dan universal, sebab tujuannya adalah untuk menyusun aturan yang juga mengikat orang-orang bodoh dan kaum awam lainnya. Tidak diragukan, bahwa kedudukan manusia dalam agama berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan ilmu khusus untuk orang-orang khusus, yakni ilmu yang menjadi pusat perhatian kaum khowwash: ilmu yang membahas hakikat takwa dan perwujudan ikhlas. Demikian itulah jalan lurus (shirathol mustaqim) yang lebih tipis dari sehelai rambut.
Sesungguhnya ilmu tasawuf tidak cukup disampaikan secara umum, bahkan setiap bagian darinya perlu didefinisikan secara khusus. Demikian itulah ilmu tasawuf, ilmu yang oleh kaum sufi digunakan sebagai kendaraan untuk menghampiri Allah Ta’ala. Zhohir jalan kaum sufi adalah ilmu dan amal, sedangkan batinnya adalah kesungguhan (sidq) dalam ber-tawajjuh kepada Allah Ta’ala dengan mengamalkan segala perbuatan yang diridhoi-Nya dengan cara yang diridhoi-Nya.
Jalan ini menghimpun semua akhlak luhur dan mulia, menyingkirkan sifat-sifat hina dan tercela. Puncak tujuannya adalah untuk meraih kedekatan dengan Allah dan fath. Jalan ini mengajarkan seseorang untuk menyandang sifat-sifat mulia dan beramal saleh, serta mewujudkan (tahqaq) asrar, maqamat dan ahwal. Thoriqoh ini diwariskan oleh kaum sholihin kepada orang-orang saleh dengan pengamalan, dzauq dan tindak-tanduk, sesuai fath, kemurahan dan karunia yang diberikan Allah sebagaimana syairku dalam Ar-Rasyafat:
Orang yang menguasai semua ilmu syariat namun tidak merasakan manisnya makrifat maka dia lalai dan lelap dalam tidurnya
Takutlah kepadanya, seperti takutnya orangyang kebingunganketika menghadapi ancaman maut dan segalayang menakutkan
Makrifat diraih berkat curahan karunia Ilahiatau fathsetelah usaha sungguh-sungguh,bukan dari riwayat yang disampaikan makhlukdan buku,juga bukan dari tutur kata manusia.
Sungguh beruntung orang yang baik persiapannyadan hatinya bebas dari perbudakan makhluk-NyaPetunjuk akan menetap di benaknyaIa pun merasakan sepercik makrifat di hatinya
Sungguh sepercik (makrifat) dari gelas yang disegeltelah memenuhi hati dengan berbagai ilmu,melindungi pemahaman dari keraguandan membebaskan akal dari segala belenggu
Ketahuilah, thoriqoh Bani Alawi ini: zhohir-nya adalah ilmu-ilmu agama dan amal, sedangkan batinnya adalah men-tahqaq berbagai maqam dan ahwal. Adab thoriqoh ini adalah menjaga asrar, dan timbul ghirah jika asrar tadi diungkapkan. Jadi, zhohir thoriqoh Bani Alawi adalah ilmu dan amal di atas jalan lurus sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ghozali. Dan bathin thoriqohnya adalah tahqaqul haqaqoh dan tajradut tauhid sebagaimana dijelaskan dalam thoriqoh Syadziliyah.
Ilmu Bani Alawi adalah ilmunya kaum (sufi) dan rusam mereka menghapus rusam. Mereka mendekatkan diri kepada Allah dengan semua amal. Mereka juga mengikat perjanjian (‘ahd), mengucapkan talqin, mengenakan khirqoh, menjalani kholwat, riyadhoh, mujahadah, dan mengikat tali persaudaraan. Mujahadah terbesar mereka adalah penyucian hati, persiapan untuk menghadang karunia-karunia Ilahi dengan menempuh jalan nan lurus, dan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan menjalin persahabatan dengan orang-orang yang memiliki petunjuk (ahlil irsyad).
Dengan tawajuh yang sidq, Allah pasti akan memberikan karunia-Nya. Dan dengan perjuangan yang sungguh-sungguh Allah pasti akan memberikan fath. Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang berjuang untuk (mencari keridhoan) Kami, pasti akan Kami tunjukkan (kepada mereka) jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang suka berbuat baik.” (QS Al-Ankabut, 29:69)
Sumber thoriqoh Bani Alawi adalah thoriqoh Madaniyyah, yakni thoriqoh Syeikh Abu Madyan Syu’aib Al-Maghrobi. Sedangkan pusat dan sumber hakikat thoriqoh Bani Alawi adalah Al-Fardu Al-Ghauts Syeikh Al-Faqih Al-Muqoddam Muhammad bin Ali Ba Alawi Al-Huseini Al-Hadhromi.
Thoriqoh ini diturunkan oleh orang-orang saleh yang memiliki maqamat dan ahwal, dan merupakan thoriqoh tahqaq (pengamalan dan pembuktian), dzauq dan asrar. Oleh karena itu, mereka memilih bersikap khumal, menyembunyikan diri, dan tidak meninggalkan tulisan tentang thoriqoh ini. Mereka mengambil sikap demikian sampai zaman Alaydrus (Habib Abdullah Alaydrus bin Abubakar As-Sakran) dan adik beliau Syeikh Ali (bin Abubakar As-Sakran).
Setelah banyak yang melakukan perjalanan, maka ruang gerak (Alawiyin) semakin luas. Yang dekat dapat saling berhubungan, tapi tidak demikian halnya dengan yang jauh. Karena itu dibutuhkan usaha untuk menyusun buku dan memberikan penjelasan. Alhamdulillah, muncullah beberapa karya yang melapangkan dada dan menyenangkan hati, seperti: Al-Kibratul Ahmar, Al-Juz-ul lathaf, Al-Ma’arij, Al-Barqoh, dan karya-karya lain yang cukup banyak dan masyhur.
Thariqah Para Salaf KitaDiambil dari Al-Maslak Al-Qarib, karya Al-Imam Thohir bin Husin Bin Thohir Ba’alawi
Sesungguhnya thariqah Alawiyah adalah suatu thariqah dari golongan sufi yang berdasarkan di atas:

·        Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang bersumber dari para Sahabat yang mulia, Tabi’in dan para pengikut Tabi’in yang utama.
·        Mempelajari hukum-hukum yang wajib bagi setiap orang Muslim.
·        Mengikut jejak langkah Nabi SAW yang dapat diketahui melalui perilaku beliau.
·        Berpegang teguh pada syariah yang bersandarkan pada perbuatan dan ucapan yang baik dan terpuji serta mencegah agar tidak terpengaruh oleh pemikiran dan adat resam kebiasaan yang buruk.
Oleh yang demikian, perkara yang harus dilakukan oleh setiap orang yang mengikuti thariqah ini ialah:
·        Menuntut ilmu dengan didasari di atas dasar ketaqwaan
·        Mencegah diri agar tidak memperturutkan hawa nafsunya.
·        Mengikuti thariqah ini dengan sebaik-baiknya
·        Menjaga diri dalam menghadapi berbagai golongan dan berhati-hati dalam menghadapi berbagai ikhtilaf yang terjadi serta mengambil dari apa yang patut atau bermanfa’at untuk dirinya, sebab thariqah Alawiyah adalah suatu thariqah yang amat mulia yang telah dibina oleh para Sa’adah Ba’alawi dari generasi ke generasi dan turun temurun dan seterusnya sampai kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.
Oleh sebab itu, ramai di kalangan orang yang telah mendahului kita yang dapat sampai kepada darjat (maqam) ijtihad, bahkan tidak sedikit yang sampai kepada darjat tertinggi dari tingkat para wali iaitu darjat (maqam) As-Sidqiyyah Al-Kubra.
Begitulah keadaan mereka, selalu berjalan di jalur yang telah dilalui oleh para pendahulu mereka tanpa ada penyimpangan sedikitpun. Pada zahirnya mereka menjalankan ilmu-ilmu dan mengamalkannya, dan pada batinnya mereka sering berusaha memantapkan darjat pendekatan kepada Allah dan menjaga keadaan hati (Al Ahwaal). Sedangkan tingkah laku mereka adalah selalu menjaga keadaan-keadaan batin agar jangan sampai mengalami degradasi. Dan ilmu mereka adalah sesuai dengan yang diajarkan oleh para ulama.
Mereka tidak berkeinginan untuk menampakkan keadaan mereka yang sebenarnya. Tetapi mereka ingin selalu mendekatkan diri kepada Allah Taala dengan cara memberi wasiat yang baik kepada sesama manusia seperti bertaqwa kepada Allah. Mereka juga mendekatkan diri mereka kepada Allah dengan banyak berzikir, memakai khirqoh (selendang yang biasanya dipakai oleh kaum sufi), berkhalwat (menghindarkan diri dari buruk tingkah laku untuk mendekatkan diri kepada Allah Taala). juga dengan bermujahadah (memerangi hawa nafsu).
Selain itu, mereka juga sering mengikat tali persaudaraan kerana Allah Taala. Cara mereka dalam bermujahadah adalah dengan membersihkan hati mereka dari segala sesuatu yang tidak baik, mempersiapkan diri untuk mendapatkan kurniaan-kurniaan dari Allah Taala, dan selalu berjalan di atas jalan yang telah mendapat petunjuk.
Di antara mereka, para Saadatuna Ba’alawi di dalam jalan dakwah mereka untuk mengajak manusia menyesuaikan diri dengan jalan yang mereka jalani ialah dengan cara mengadakan majlis-majlis ilmu. Selain dari itu, ada di antara mereka yang melakukan cara bercampur-gaul dengan masyarakat sambil menyebarkan dakwah mereka dan memberi manfaat kepada masyarakat.
Mereka adalah suatu golongan yang siapapun bergaul atau berkumpul dengan mereka maka dia tidak akan tersesat atau merasa hina. Sedangkan orang yang memisahkan diri dari mereka baik orang tersebut dari golongan mereka atau tidak maka orang tersebut akan dikumpulkan nanti pada hari kiamat dengan orang yang mereka ikuti. Hal ini sesuai dengan hadith Nabi SAW bahawa seseorang akan dikumpulkan dengan orang yang dicintainya pada hari kiamat.
Oleh yang demikian, kamu akan menyaksikan amalan-amalan yang telah mereka lakukan seperti mengerjakan amalan yang wajib dan meninggalkan segala bentuk hal-hal yang diharamkan. Mereka selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan seluruh perbuatan yang disunnahkan oleh agama serta menjauhkan diri dari perbuatan yang makruh menurut syariat.
Bahkan mereka meninggalkan mubah (hal-hal yang boleh dilakukan) tetapi di dalamnya masih mengandungi syahwat.
Mereka menghiasi diri mereka dengan budi pekerti dan sifat-sifat yang luhur. Mereka menghilangkan diri dari segala sifat-sifat buruk dan aniaya sehingga nampaklah dari mereka karamah seperti mereka dapat mengetahui hal-hal yang ghaib dan sebagainya yang merupakan di luar jangkauan akal manusia biasa.
Sebenarnya mereka tidaklah menginginkan karamah yang luar biasa itu tampak dari mereka. Mereka merasa bahawa dengan beristiqamah dalam amalan mereka itu maka cukuplah hal itu adalah suatu karamah. Tetapi karamah mereka itu merupakan suatu bukti dari Allah Taala bahawa mereka inilah pewaris dan pengikut yang sempurna dari jejak Nabi Muhammad SAW.
Wahai saudaraku sekalian, berusahalah dengan sekuat tenagamu untuk berjalan di atas thariqah yang mulia ini, kerana sesungguhnya untuk mengikutinya dengan sempurna memang amat sulit bagi orang awam kecuali bagi orang-orang yang telah dikurniakan oleh Allah Taala seperti para Auliya yang tinggi kedudukannya di sisi Alla Taala, sepertimana Rasulullah SAW bersabda:“Luruskanlah, dekatilah, gembirakanlah (perkara dakwahmu) dan ketahuilah olehmu sekalian bahawa sesungguhnya seseorang tidak akan masuk syurga disebabkan oleh amalannya, begitu juga aku, kecuali orang-orang yang Allah kurniakan rahmat dan keampunan-Nya” (H.R Imam Ahmad)
Diriwayatkan di dalam hadith Bukhari dan Muslim dari Sayyidatina Aisyah r.a. berkata (mengenai hadith tersebut di atas) iaitu “Dekatilah”, bahawa Rasulullah SAW tidak mengatakan kira-kiralah, sempurnakanlah, selesaikanlah suatu urusan itu sampai pada puncaknya. Hal itu disebabkan oleh terbatasnya manusia dalam melaksanakan suatu amalan. Oleh sebab itu, seseorang apabila mendekati suatu urusan, maka bagaimanapun juga dia akan mendapatkan balasan dari urusan itu.
“Ya Allah, berilah kami taufiq untuk mendapatkan keredhaan-Mu, dan jadikanlah kami orang yang Engkau cintai, dan berilah kenikmatan dari curahan rahmat-Mu. Amin…”
Barangsiapa yang ingin mengetahui keadaan orang-orang yang mempunyai silsilah emas (para Wali Allah) maka bacalah bagian akhir dari kitab Asaasul Islam, dan barangsiapa yang ingin mengetahui riwayat hidup mereka, silakan membaca kitab Kanzil Baraahin dan Masyrour Rawy.
Berkata Sayyidina Syeikh Soleh Al-Ja’afari dalam sya’irnya: Sesungguhnya jalan yang benar sangatlah mudah untuk dilalui,oleh orang yang mendapatkan nur Ilahi dalam perbuatan dan perkataannya.Mereka melihat jalan lurus terbentang di hadapan matanya,yang tidak ada lagi jalan yang lebih benar dari jalan itu.Jalan itu tidak akan didapati hanya dengan mengingat dan berfikir,atau dengan ajakan dan mengikut hawa nafsu untuk saling berbantahan.Tidaklah para penyeru ke jalan ini mendapatkannya,kecuali dengan hati yang bersih dan menghapus segala yang merosakkannya…
Thariqah Alawiyyah adalah suatu thariqah yang ditempuh oleh para salafus sholeh. Dalam thariqah ini, mereka mengajarkan Al-Kitab (Al-Qur’an) dan As-Sunnah kepada masyarakat, dan sekaligus memberikan suri tauladan dalam pengamalan ilmu dengan keluhuran akhlak dan kesungguhan hati dalam menjalankan syariah Rasullullah SAW.
Penjelasan di atas dinukil dari buku Qutil Qulub, karya Abul Qosim Al-Qusyairy, dan dari beberapa kitab lain.
Mereka menerangkan dengan terinci, bahwa thariqah As-Saadah Bani Alawy ini diwariskan secara turun temurun oleh leluhur (salaf) mereka : dari kakek kepada kepada ayah, kemudian kepada anak-anak dan cucu-cucunya. Demikian seterusnya mereka menyampaikan thariqah ini kepada anak cucu mereka sampai saat ini. Oleh karenanya, thariqah ini dikenal sebagai thariqah yang langgeng sebab penyampaiannya dilakukan secara ikhlas dan dari hati ke hati.
Dari situlah dapat diketahui, bahwasanya thariqah ini berjalan di atas rel Al-Kitab dan As-Sunnah yang diridhoi Allah dan Rasul-Nya. Jelasnya, Thariqah Alawiyyah ini menitik-beratkan pada keseimbangan antara ibadah mahdhah, yaitu muamalah dengan Khaliq, dengan ibadah ghoiru mahdhah, yakni muamalah dengan sesama manusia yang dikuatkan dengan adanya majlis-majlis ta’lim yang mengajarkan ilmu dan adab serta majlis-majlis dzikir dan adab. Dengan kata lain, thariqah ini mencakup hubungan vertikal (hubungan makhluk dengan Khaliqnya) dan hubungan horizontal (antara sesama manusia).
Selain itu, thariqah ini mengajarkan kepada kita untuk bermujahadah (bersungguh-sungguh) dalam menuntut ilmu guna menegakkan agama Allah (Al-Islam) di muka bumi. Sebagaimana diceritakan, bahwa sebagian dari As-Saadah Bani Alawy pergi ke tempat-tempat yang jauh untuk belajar ilmu dan akhlak dari para ulama, sehingga tidak sedikit dari mereka yang menjadi ulama besar dan panutan umat di jamannya. Banyak pula dari mereka yang mengorbankan jiwa dan raga untuk berdakwah di jalan Allah, mengajarkan ilmu syariat dan bidang ilmu agama lainnya dengan penuh kesabaran, baik di kota maupun di pelosok pedesaan. Berkat berpedoman pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, disertai kesungguhan dan keluhuran akhlak dari para pendiri dan penerusnya, thariqah ini mampu mengatasi tantangan jaman dan tetap eksis sampai saat ini.

Intisari Thariqah Alawiyyah
Kalam Al-Habib Muhammad bin Husin bin Ali Ba’bud
Sesungguhnya asas thariqah para salafunas sholihin dari Bani Alawy yaitu adalah Al-Kitab dan As-Sunnah, dan yang menjadi bukti tentang itu semua adalah perjalanan hidup mereka yang diridhoi oleh Allah dan hal ihwal mereka yang terpuji. Secara garis besar, thariqah mereka itu adalah sebagai berikut :
·        Menjaga waktu-waktu yang diberikan Allah dan memanfaatkan waktu tersebut untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada-Nya
·        Selalu terikat dan hadir dalam majlis-majlis ilmu dan majlis yang bersifat dapat mengingatkan diri kepada Allah.
·        Berakhlak dengan adab-adab yang baik, menjauhi ketenaran, meninggalkan hal-hal yang tidak berguna, dan menghilangkan semua atribut kecuali atribut kebaikan.
·        Membiasakan diri dalam membaca dzikir terutama dzikir-dzikir Nabawiyyah sesuai dengan batas kemampuannya, seperti amalan-amalan dzikir yang disusun oleh Al-Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad.
·        Ziarah kepada para ulama dan auliya baik yang masih hidup ataupun yang telah meninggal, selalu ingin bermaksud menghadiri perkumpulan-perkumpulan yang penuh dengan dzikir khususnya yang mengandung unsur mengingatkan diri kepada Allah, dan menghadirinya dengan penuh rasa husnudz dzon (berbaik sangka), dengan syarat bahwa perkumpulan-perkumpulan tersebut bebas dari perbuatan-perbuatan mungkar yang dipandang oleh agama.

Menyingkap sifat-sifat aimmah Thariqah Alawiyyah
Kalam Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Atthas
Mereka salafunas sholeh lebih cenderung kepada merendahkan diri dengan hidup sederhana dan mereka puas dengan hal itu, padahal mereka adalah para aimmah (pemimpin) keluarga Bani Alawy. Mereka sebagai pemimpin thariqah ini lebih menyukai untuk mengorbankan diri mereka sendiri demi kepentingan orang lain sekalipun mereka mempunyai kebutuhan yang mendesak.
Telah berkata salah seorang ulama dari salafunas sholeh tentang keluarga Bani Alawy, “Banyak dari mereka yang menjadi ulama-ulama besar dan iImam sebagai panutan umat di jamannya. Sehingga tidak sedikit di antara mereka yang kita kenal sebagai seorang Wali Allah yang mempunyai karomah. Hati mereka itu tenggelam dalam lembah cinta kepada Allah SWT. Disamping itu mereka mempunyai perhatian yang besar sekali terhadap kitab-kitab karangan Al-Imam Al-Ghazaly, terutama kitab Ihya’, Al-Basith, Al-Wasith dan Al-Wajiz. Lagipula tidak jarang dari mereka yang mencapai derajat Al-Huffadz (orang yang banyak menghafal hadits-hadits Nabi SAW).”
Kalau kita teliti sejarah mereka, setiap orang dari aslafunas sholihin berkhidmat kepada orang-orang, makan bersama orang-orang miskin dan anak-anak yatim piatu. Bahkan mereka memikul hajat orang-orang miskin dari pasar, berjabat tangan kepada orang yang kaya dan yang miskin, para pejabat dan rakyat jelata. Oleh karenanya, berkata Al-Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad, “Barang siapa yang melihat salah seorang dari mereka, begitu menatap pandangannya kepada mereka, pasti akan merasa kagum akan keanggunan budi pekerti mereka.” Telah diuraikan oleh salah seorang ulama terkenal yaitu Al-Imam Ahmad bin Zain Alhabsyi bahwa dalam diri mereka keluarga Bani Alawy terdapat ilmu dhohir dan batin.
Dalam segi akidah, mereka tidak menyimpang walau seujung kaki semut pun dari akidah Asy’ariyyah/Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan bermadzhabkan Syafi’i. Mereka tidak terpengaruh oleh beraneka ragam bid’ah dan kerawanan lilitan harta duniawi. Itulah sebagian daripada sifat-sifat aimmah Bani Alawy dan masih banyak lagi sifat-sifat mereka jika kita mau meninjau jejak mereka dan

Anjuran Kepada Putra-putri Alawiyyin
Dari para leluhur yang saleh dan mulia, kita akan dibimbing kepada jalan yang penuh petunjuk dari Allah SWT. Berkata Al-Imam Asy-Syeikh Abdullah bin Ahmad Basaudan RA di dalam kitabnya Al-Futuuhah Al-Arsyiah, setelah menyebutkan beberapa kitab yang terkarang dimana disana disebutkan riwayat hidup para Saadah. Beliau berkata, “Pintasilah jalan yang penuh cahaya sebagaimana yang telah dipaparkan dalam kitab Ihya Ulumiddin, supaya anda tergolong dari orang-orang yang punya rasa malu, dan pintasilah jalan hidayat dengan mengamalkan apa yang ada didalam kitab Bidayatul Hidayah.”
Berkata Sayyiduna Al-Imam Muhammad bin Ahmad bin Ja’far bin Ahmad bin Zein Alhabsyi, “Qodho (ketetapan) itu tidak dapat dipungkiri, dan syariat harus diikuti tanpa dikurangi dan ditambahi. Para imam kita keluarga Bani Alawy telah melintasi jalur yang mulus dan jalan yang lurus. Barangsiapa yang mencari aliran baru untuk dirinya sendiri atau untuk putra-putrrinya dengan cara tidak menempuh di jalan para datuk-datuknya yang saleh dan mulia, maka pada akhir umurnya ia akan menemui kekecewaan dan kebinasaan.”
Mereka itulah yang dikatakan sebagai golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dikategorikan pada golongan yang selamat bersama Nabi SAW. Mereka itulah orang-orang yang bakal mendapat syafaat beliau SAW.
Berkata Sayyiduna Al-Imam Al-Ahqof As-Sayyid Umar bin Saggaf Assaggaf kepada anaknya, “Aku berpesan kepadamu, hendaklah kau bersungguh-sungguh mengikuti perjalanan para Salafuna As-sholeh dari Ahlul Bait An-Nabawy, terlebih-lebih dari keluarga Bani Alawy. Bersungguh – sungguhlah dan bergiatlah dalam mengikuti perjalanan mereka niscaya kau akan sukses.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar