Beliau adalah seorang diantara sejumlah waliyullah asal Hadramaut,
beliau seorang ulama besar yang memiliki karamah luar biasa, beliau di
lahirkan di Huraidhah, Hadramaut pada hari Selasa pada tanggal 19
Ramadhan 1257 H/1837 M. Karamahnya yang sangat terkenal beliau mampu
melihat secara batiniah, sementara pengelihatan lahiriahnya tidak dapat
melihat sejak masih dalam penyusuan ibundanya, beliau terserang penyakit
mata yang sangat ganas sehingga buta.
Kemampuan itu beliau miliki sejak masih kecil hingga berusia lanjut,
suatu hari beliau memenuhi undangan salah seorang santrinya di Mesir,
ketika sedang duduk bersama tuan rumah, tiba-tiba beliau meminta salah
seorang hadirin membuka salah satu jendela karena semua jendela
tertutup.”Angin di luar sangat kencang,” kata orang itu, akan tetapi
Al-Habib Ahmad mendesak agar jendela di buka. Ternyata di bawah jendela
itu anak sang tuan rumah tengah berjuang melawan maut, tercebur ke dalam
kolam persis di bawah jendela. Tentu saja seluruh hadirin terutama tuan
rumah panik, kontan Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-‘Atthas berseru agar
orang-orang segera menyelamatkannya, dan alhamdulillah akhirnya anak itu
selamat. Itulah salah satu karamah beliau, mampu melihat sesuatu yang
terjadi dengan mata bathin yang justru tidak terlihat oleh orang biasa.
Ketika masih dalam penyusuan ibundanya beliau menderita sakit mata
yang sangat ganas hingga buta, ibundanya sangat sedih, lalu membawa
anaknya kepada Al-Habib Sholeh bin Abdullah Al-‘Atthas salah seorang
ulama besar di zamannya. Sang ibu meletakkan bayi mungil itu di
depannya, lalu menangis,” apa yang dapat kami perbuat dengan anak buta
ini ? ” jerit ibunya.
Al-Habib Sholeh pun segera menggendong bayi itu lalu memandanginya
dengan tajam, setelah berdoa tak lama kemudian ia pun berkata, ” anak
ini akan memperoleh kedudukan yang tinggi. Masyarakat akan berjalan di
bawah naungan dan keberkahannya, ia akan mencapai maqam kakeknya
Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-‘Atthas.”
Mendengar kata-kata menyejukan itu sang ibu terhibur, maka sejak itu
Al-Habib Ahmad yang masih bayi mendapat perhatian khusus dari Al-Habib
Sholeh. Manakala melihat si kecil berjalan menghampirinya Al-Habib
Sholeh pun berkata dengan lembut, “ selamat datang pewaris sirr (hikmah
kebijaksanaan) Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-‘Atthas.” (Al-Habib Umar
bin Abdurrahman Al-Atthas kakeknya adalah ulama besar dan waliyullah
penyusun Ratib Al-Atthas yang sangat termasyhur). Lalu Al-Habib Sholeh
mengangkat anak kecil itu untuk diboncengkan di kuda tunggangannya.
Sejak berusia lima tahun Al-Habib Ahmad sudah belajar mengaji kepada
kakeknya yang lain Al-Habib Abdullah, setelah itu beliau belajar ilmu
agama kepada Faraj bin Umar Sabbah, salah seorang murid Al-Habib Hadun
bin Ali bin Hasan Al-‘Atthas dan Al-Habib Sholeh bin Abdullah Al-‘Atthas
yang juga termasyhur sebagai ulama.
Seperti kebanyakan para ulama asal Timur Tengah, beliau juga memiliki
daya ingat luar biasa, beliau mampu menghafal sesuatu dengan sekali
dengar. Setiap kali ada ulama datang ke Huraidhah beliau selalu
memanfaatkan kesempatan itu untuk menimba ilmu dari mereka. ”Aku selalu
menghormati dan mengagungkan para ulama salaf yang datang ke kotaku, ”
katanya.
Semua makhluk memang memiliki mata yang mampu melihat, memandang,
mengamati, tapi hanya hamba Allah yang dipersiapkan oleh Allah SWT untuk
dekat dengan-Nya yang mendapat anugerah mata hati (bashirah). Cerita
Al-Habib Umar bin Muhammad Al-‘Atthas mengenai karamah Al-Habib Ahmad
sangat menarik, “ketika masih kecil, aku suka bermain dengan Al-Habib
Ahmad dijalanan, usia kami sebaya, ketika itu aku sering mendengar
orang-orang memperbincangkan kewalian dan mukasyafah (kata benda untuk
kasyaf, kemampuan untuk melihat hal-hal yang tidak kasat mata) Al-Habib
Ahmad. Namun aku belum pernah membuktikannya,” katanya.
Suatu hari aku berusaha membuktikan cerita orang-orang itu. Jika ia
seorang wali aku akan membenarkannya, tapi jika hanya kabar bohong aku
akan membuatnya menderita. Kami menggali lubang lalu kami tutup dengan
tikar, setelah tiba saat bermain aku mengajak Al-Habib Ahmad berlomba
lari. Ia kami tempatkan di tengah tepat ke arah lubang itu, ajaib ketika
sudah dekat dengan lubang itu ia melompat seperti seekor kijang.
Awalnya kami kira kejadian itu hanya kebetulan, kami pun mengajaknya
berlomba kembali, tetapi ketika sampai di depan lubang ia melompat
kembali ketika itu kami sadar bahwa ia memang bukan manusia biasa,”
katanya lagi.
Ketika berusia 17 tahun beliau menunaikan ibadah haji, kedatangannya
di Makkah di sambut oleh Al-‘Allamah Mufti Haramain, Sayyid Ahmad Zaini
Dahlan, yang menganjurkannya untuk menuntut ilmu Al-Qur’an kepada
seorang ulama besar di Makkah, Syaikh Ali bin Ibrahim As-Samanudi,
setelah hafal Al-Qur’an Al-Habib Ahmad mempelajari berbagai gaya qiraat
Al-Qur’an.
Ketika membuka talim di Masjidil Haram, Sayyid Zaini Dahlan memberi
kesempatan kepada beliau untuk membacakan hafalan Al-Qur’an-nya. Mereka
memang sangat akrab, sering bertadarus bersama. Mereka juga sering
berziarah ke berbagai tempat bersejarah di Makkah dan Madinah. Pada 1279
H/sekitar 1859 M, ketika usianya 22 tahun beliau pulang dan mengajar
serta berdakwah di Hadramaut.
Berkhalwat di Huraidhah
Guru yang berjasa mendidik beliau antara lain, Al-Habib Abubakar bin
Abdullah Al-‘Atthas, Al-Habib Sholeh bin Abdullah Al-‘Atthas, Al-Habib
Ahmad bin Muhammad bin Alwi Al-Muchdlar, Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin
Idrus Al-Bar, Al-Habib Abdurrahman bin Ali bin Umar bin Segaf Assegaf
dan Al-Habib Muhammad bin Ibrahim bin Idrus Bilfaqih. Sementara
guru-gurunya dari Makkah dan Madinah adalah Al-Habib Muhammad bin
Muhammad Assegaf, Al-Habib Fadhl bin Alwi bin Muhammad bin Sahl Muala
Dawilah dan Sayyid Ahmad Zaini Dahlan.
Sedangkan kitab yang beliau pelajari (lewat pendengaran) dengan
bimbingan Al-Habib Sholeh bin Abdullah Al-‘Atthas, antara lain, Idhahu
Asrari Ulumil Muqarrabin, Ar-Risalatul Qusyairiyyah, Asy-Syifa’ karya
Qadhi ‘Iyadh, dan Mukhtashar al-Adzkar karya Syaikh Muhammad bin Umar
Bahraq. Sejak berguru kepada Al-Habib Sholeh beliau tidak pernah
meninggalkan majelis itu, hingga sang guru wafat pada 1279 H/sekitar
1859 M.
Pada tahun 1308 H/kurang lebih 1888 M,ketika berusia 51 tahun beliau
berkunjung ke Mesir, di temani oleh empat muridnya : Syaikh Muhammad bin
Awudh Ba Fadhl, Abdullah bin Sholeh bin Ali Nahdi, Ubaid Ba Flai’ dan
Sayyid Muhammad bin Utsman bin Yahya Ba Alawi. Beliau disambut oleh
ulama terkemuka Umar bin Muhammad Ba Junaid. Selama 20 hari di Mesir
beliau sempat mengunjungi Syaikhul Islam Muhammad Al-Inbabiy dan bebeapa
ulama termasyhur lainnya di kairo.
Beliau melanjutkan perjalanan ke Madinah untuk berziarah ke Makam
Rasulullah SAW, beribadah umrah ke Makkah, lalu menuju Jeddah, Aden,
Mukalla, kemudian pulang. Pada 1321 H/sekitar 1901 M, ketika berusia 64
tahun beliau berkunjung ke Tarim dan singgah di Seiwun untuk bertemu
dengan Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, penyusun maulid Simthud
Durrar. Ketika itu Al-Habib Ali meminta agar Al-Habib Ahmad memberikan
ijazah kepada hadirin.
Pada usia 68 tahun sekali lagi beliau menunaikan ibadah haji,
sekalian berziarah ke makam Rasulullah SAW. Pulang dari tanah suci
beliau lebih banyak berkhalwat di Huraidhah, menghabiskan sisa usia
untuk beribadah dan berdakwah. Beliau wafat pada hari senin malam 6
Rajab 1334 H/kurang lebih 1914 M dalam usia 77 tahun.
Banyak murid beliau yang di kemudian hari berdakwah di Indonesia,
seperti Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang,Jakarta),
Al-Habib Syekh bin Salim Al-‘Atthas (Sukabumi, Jawa Barat), Al-Habib
Abubakar bin Muhammad Assegaf (Gresik, Jawa Timur), Al-Habib Abdul Qadir
bin Ahmad Bilfaqih Al-Alawy (Malang, Jawa Timur) dan lain-lain.
Disarikan dari buku sekilas tentang Al-Habib Ahmad bin Hasan
Al-‘Atthas, karya Habib Novel Muhammad Alaydrus, putera Riyadi, Solo,
2003.
http://www.habaib.org/index.php?hb=pp2&id=16&d=2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar