Selamat Datang di Blog Resmi **Majlisarrahman.blogspot.com ** Majelis Dzikir Ratibul Al-Habib Abdullah Bin Alwi Al-Haddad wa Maulidun Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam (Dzikrullah wa Dzikrurrosul SAW) Jakarta - Indonesia. Terimakasih Sudah Mengunjungi Blog Kami**

 photo oji_zpsb336d6d8.gif
Selamat Datang di Blog Resmi **Majlisarrahman.blogspot.com ** TUNJUKKAN KEPERDULIAN DAN BAKTI KITA PADA PEMBENAHAN ISLAM DENGAN TURUT MENYUMBANGKAN HARTA KITA SEBAGAI SAKSI, BANTUAN KITA ADALAH CERMIN KADAR IMAN KITA, RASULULLAH SAW BERSABDA : SETIAP HARI TURUN DUA MALAIKAT MULIA KE BUMI DAN BERDOA, WAHAI ALLAH BERI ORANG YANG BERINFAQ KESEJAHTERAAN, DAN BERI ORANG YANG KIKIR KEHANCURAN ( shahih Bukhari ). Terimakasih Sudah Mengunjungi Blog Kami**

Senin, 03 September 2012

Mengucapkan Sayyidina Kepada Rasulullah

Mengucapkan “Sayyidina”
Dalam kaitan ini, perlu dijelaskan bahwa dari sekian banyak hadis Rasulullah yang terkait redaksi bacaan shalawat di dalam shalat tidak ditemukan tambahan lafaz Sayyidina sebelum nama beliau. Hal tersebut mungkin karena 2 sebab: pertama, karena Tawaddhu’ (kerendahan hati) beliau, dan kedua, karena beliau tidak mau dipuji dan disanjung secara langsung atau memang karena ada sebab lain. Padahal, beliau sendiri telah menyatakan di dalam salah satu hadisnya, yang artinya, “Aku adalah Sayyid (pemimpin) manusia.” Sementara tentang Hasan, cucu beliau, beliau bersabda, : Sesungguhnya anak ini adalah Sayyid kalian.” Dalam ayat al-Qur’an Nabi Yahya, Allah sanjung dengan beberapa pujian, diantaranya Allah sebut dengan sebutan Sayyid. Bila sebutan sayyid, Allah sendiri telah menyanjung Nabi Yahya sebagai Nabinya, maka sanjungan itu tentunya lebih utama untuk Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul yang paling mulia.
            Dari dalil-dalil yang disebutkan di atas menunjukkan dengan jelas tentang kebolehan menyebut Nabi Muhammad dengan Sayyid, sedangkan mengenai pendapat orang yang melarang menggunakan lafaz Sayyid, hal itu justru masih memerlukan dalil.
Kata-kata “sayyidina” atau ”tuan” atau “yang mulia” seringkali digunakan oleh kaum muslimin, baik ketika shalat maupun di luar shalat. Hal itu termasuk amalan yang sangat utama, karena merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad. Syaikh Ibrahim al-Bajuriy menyatakan:
اَلأَوْلَى ذِكْرُالسِّيَادَةِ لِأَنَّ اْلأَفْضَلَ سُلُوْكُ اْلأَدَبِ
Artinya: “Yang lebih utama adalah mengucapkan sayyidina (sebelum nama Nabi), karena hal yang lebih utama bersopan santun kepada beliau.”[1]
Pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ , قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْم القِيَامَةِ وَأوَّلُ مَنْ يُنْسَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ وَأوَّلُ شَافعٍ وَأَوَّلُ مُشَافِعٍ .
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah bersabda, “Saya adalah sayyid (penghulu) anak adam pada hari kiamat. Orang pertama yang bangkit dari kubur, orang yang pertama memberikan syafaa’at dan orang yang pertama kali diberi hak untuk membrikan syafa’at.”[2]
Hadis ini menyatakan bahwa Nabi menjadi Sayyid di akhirat. Namun bukan berarti Nabi Muhammad menjadi Sayyid hanya pada hari kiamat saja. Bahkan beliau menjadi Sayyid manusia di dunia dan akhirat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sayyid Muhammad bin Alawi al-Malikiy al-Hasaniy: “Kata Sayyidina ini tidak hanya tertentu untuk Nabi Muhammad di hari kiamat saja, sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang dari beberapa riwayat hadis “saya adalah Sayyidnya anak cucu Adam di hari kiamat.” Tapi Nabi menjadi Sayyid keturunan ‘Adam di dunia dan akhirat”.[3]
Ini sebagai indikasi bahwa Nabi Muhammad membolehkan memanggil beliau dengan Sayyidina. Karena memang kenyataannya begitu. Nabi Muhammad sebagai junjungan kita umat manusia yang harus kita hormati sepanjang masa.
Lalu bagaimana dengan “hadis” yang menjelaskan larangan mengucapkan sayyidina di dalam shalat?
لَا تُسَيِّدُونِي فِي الصَّلَاةِ
Artinya:“Janganlah kalian mengucapakan sayyidina kepadaku di dalam shalat
Ungkapan ini memang diklaim oleh sebagian golongan sebagai hadits Nabi, Sehingga mereka mengatakan bahwa menambah kata Sayyidina di depan nama Nabi Muhammad adalah Bid’ah Dhalalah (sesat).
Akan tetapi ungkapan ini masih diragukan kebenarannya. Sebab secara gramatika bahasa arab, susunan kata-katanya ada yang tidak sinkron. Dalam bahasa arab tidak dikatakan سَادَ- يَسِيْدُ , akan tetapi  سَادَ –يَسُوْدُ , Sehingga tidak bisa dikatakan لَاتُسَيِّدُوْنِي Oleh karena itu, jika ungkapan itu disebut hadits, maka tergolong hadits Maudhu’. Yakni hadits palsu, bukan sabda Nabi, karena tidak mungkin Nabi keliru dalam menyusun kata-kata bahasa arab. Imam Suyuthiy dalam kitab al-Hawiy, Imam jalaluddin al-Mahalliy, Imam al-Sakhawiy dalam kitab al-Maqashid al-Hasanah, Imam Muhammad al-Ramliy, Imam Ibn Hajar al-Haitamiy, Imam al-Ajluniy dalam kitab Kasyf al-Khafa mengatakan hadis tersebut adalah hadis palsu. Konsekuensinya, hadits itu tidak bisa dijadikan dalil untuk melarang mengucapkan sayyidina dalam shalat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membaca sayyidina ketika membaca shalawat kepada Nabi Muhammad boleh-boleh saja, bahkan dianjurkan. Demikian pula ketika membaca tasyahud di dalam shalat.
Pembahasan ini telah disimpulkan oleh Syaikh Muhammad Ibn Ahmad Ibn Said al-Jufriy dalam Nazham Fath al-Mannan:
وَأَمَّا الْقَوْلُ فِي لَفْظِ السِّيَادَةْ * فَثَابِتَةٌ لِخَيْرِ الْمُرْسَلِيْنَا
وَثَابِتَةٌ لِمَنْ دُوْنَ النَّبِي * كَسَعْدٍ وَالْحَصُوْرِ وَاخَرِيْنَا
وَنَصُّ النَّهْيِ عَنْ لَفْظِ السِّيَادَةْ * فَمَوْضُوْعٌ بِلَحْنِ الْوَاضِعِيْنَا
زِيَادَةُ لَفْظِ سَيِّدِنَا احْتِرَامًا * وَحَقٌّ جَاءَ مِنْ مُتَأَدِّبِيْنَا
تَأَدَّبْ اَنْتَ قَبْلَ اْلإِمْتِثَالِ * وَقَدْ كَانَ الصَّحَابَةُ فَاعِلِيْنَا
Artinya:”Adapun pendapat yang mengukuhkan penggunaan lafaz sayyidina kepada Nabi Muhammad adalah pendapat yang memiliki dalil. Lafaz sayyidina juga telah datang penggunaannya untuk selain Nabi Muhammad seperti sahabat Nabi yang bernama Saad dan untuk Nabi Yahya yang mendapat gelar Hashur dan juga selain mereka. Hadis yang melarang penggunaan lafaz sayyidina merupakan hadis Maudhu’ (dibuat-buat) yang dijadikan iklan oleh para pemalsu hadis. Penambahan lafaz sayyidina adalah bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad dan kebenaran dari orang yang menyanjung adab. Jagalah adabmu sebelum engkau menjalankan perintah Nabi Muhammad sebagaimana para sahabat melakukannya.[4]

[1] Syaikh Ibrahim al-Bajuriy, Hasyiyah Ala Ibn Qasim vol. 1 (Beirut: Dar al-Fikr) h. 156.
[2]  Imam Muslim, Shahih Muslim hadis no: 4223.
[3] Sayyid Muhammad Ibn Alawiy Ibn Abbas al-Malikiy al-Hasaniy, Manhaj al-Salaf  Fi Fahm al-Nushush Bain al-Nazhariyyah Wa al-Tathbiq (Makkah: 1419) h. 2234-235.
[4] Syaikh Muhammad Ibn Ahmad Ibn Said al-Jufriy , Nazham Fath al-Mannan . h. 33.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar