Selamat Datang di Blog Resmi **Majlisarrahman.blogspot.com ** Majelis Dzikir Ratibul Al-Habib Abdullah Bin Alwi Al-Haddad wa Maulidun Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam (Dzikrullah wa Dzikrurrosul SAW) Jakarta - Indonesia. Terimakasih Sudah Mengunjungi Blog Kami**

 photo oji_zpsb336d6d8.gif
Selamat Datang di Blog Resmi **Majlisarrahman.blogspot.com ** TUNJUKKAN KEPERDULIAN DAN BAKTI KITA PADA PEMBENAHAN ISLAM DENGAN TURUT MENYUMBANGKAN HARTA KITA SEBAGAI SAKSI, BANTUAN KITA ADALAH CERMIN KADAR IMAN KITA, RASULULLAH SAW BERSABDA : SETIAP HARI TURUN DUA MALAIKAT MULIA KE BUMI DAN BERDOA, WAHAI ALLAH BERI ORANG YANG BERINFAQ KESEJAHTERAAN, DAN BERI ORANG YANG KIKIR KEHANCURAN ( shahih Bukhari ). Terimakasih Sudah Mengunjungi Blog Kami**

Senin, 03 September 2012

Zuhud Bukan Berarti Hidup Tidak Punya Harta


Zuhud merupakan salah satu stasiun terpenting bagi para sufi. Dimana para sufi harus meninggalkan A’laqah al-Qalb (berat hati) terhadap harta dan dunia. Zuhud bukan berarti hidup susah atau tidak mempunyai harta sama sekali. Maka jangan menyangka bahwa Nabi Sulaiman bukan orang zuhud terhadap dunia, bahkan beliau lebih zuhud dari pada orang zuhud. Sebab untuk dirinya sendiri beliau hanya makan roti gandum, sementara untuk orang lain beliau berikan makanan yang lezat. Intinya zuhud adalah lawan dari Hubbud dunya (cinta dunia). Syaikh Zainuddin Ibn Ali al-Malibariy berkata dalam Nazham Hidayah al-Azkiya Ila Thariq al-Auliya yang berbahar Kamil:

وَازْهَدْ وَذَا فَقْدُ عَلاَقَةِ قَلْبِكَ * بِالْمَالِ لاَ فَقْدٌ لَهُ تَكُ اَعْقَلاَ
وَبِهِ يُنَالُ مَقَامُ أَرْبَابِ الْعُلَى * وَالزُّهْدُ اَحْسَنُ مَنْصِبٍ بَعْدَ التُّقَى
وَمُحِبُّ الدُّنْيَا قَائِلٌ اَيْنَ الطَّرِيْقُ * اَيْنَ الْخَلاَصُ كَمُسْكِرٍ شَرِبَ الطِّلاَ

Artinya: “Bersifat zuhudlah engkau, dan tiadakan ketergantungan hatimu dengan harta, bukan berarti untuk tidak memilikinya maka dirimu akan menjadi manusia yang berakal. Zuhud merupakan pangkat yang paling baik setelah taqwa, dengan melakukan zuhud seseorang akan diberikan kedudukan orang yang mulia. Pecinta dunia adalah orang yang berkata mana jalan? Mana keselamatan? Seperti orang yang mabuk minum arak.”[1]

إِنَّمَا مَثَلُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الْأَرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ النَّاسُ وَالْأَنْعَامُ حَتَّى إِذَا أَخَذَتِ الْأَرْضُ زُخْرُفَهَا وَازَّيَّنَتْ وَظَنَّ أَهْلُهَا أَنَّهُمْ قَادِرُونَ عَلَيْهَا أَتَاهَا أَمْرُنَا لَيْلًا أَوْ نَهَارًا فَجَعَلْنَاهَا حَصِيدًا كَأَنْ لَمْ تَغْنَ بِالْأَمْسِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu  tanam-tanaman di bumi, diantaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya adzab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berfikir. (QS. Yunus:24)

Perumpamaan diberikan Allah swt. kepada orang-orang yang berfikir dan mau mengambil pelajaran, dimana didalamnya terdapat bukti yang menunjukkan musnahnya kenikmatan dunia dari pemiliknya dengan cepat, sedang mereka tetap tertipu olehnya, terbuai oleh janji-janjinya, sementara dunia itu lalai dari mereka, sebab diantara tabiatnya adalah ia lari dari orang yang mengejarnya dan mengejar orang yang lari darinya.

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kalian melihat warnanya kuning kemudian hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS.Al-Hadiid:20).

Allah menganggap remeh kenikmatan dunia, dimana akhir dari semua itu tidak lain hanyalah permainan, perhiasan, kebanggaan, dan saling berlomba memperbanyak. Allah memerintahkan agar mengutamakan akhirat dan menganjurkan untuk mengejar kebaikan yang ada padanya. Karena di akhirat kelak tidak terdapat apa-apa kecuali ampunan dan keridhaan dari Allah bagi orang-orang yang mengerjakan amal shalih dan adzab yang pedih bagi orang-orang yang mendurhakai perintah perintah-Nya.

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladangItulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (Surga).” (QS.Ali-’Imran:14).

عن أسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، قَالَ: مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ، مِنَ النِّسَاءِ
أخرجه البخاري في: 67 كتاب النكاح: 17 باب ما يتقى من شؤم المرأة

Rasulullah bersabda:”Tidaklah aku meninggalkan fitnah sepeninggalku yang lebih berbahaya bagi orang laki-laki daripada wanita.”

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ

“Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.” (QS. Faathir:5)

Janganlah sampai tertipu oleh kehidupan yang hina dibandingkan dengan berbagai kebaikan yang banyak disediakan oleh Allah bagi para wali-Nya dan para pengikut Rasul-Rasul-Nya. Oleh karena itu, jangan sampai hal-hal yang fana’ itu bisa mengalihkan perhatian dari yang abadi.
Subhanallah..

Pada suatu zaman ada seorang murid yang ta’at kepada gurunya, setelah ia belajar lama ia pun kembali ke kampung asalnya, tahun demi tahun ia lalui yang akhirnya beliau menjadi seorang yang alim yang terkenal di kampung itu dan di juluki “Syekh Maulana Kendi”. Kenapa beliau di juluki Maulana Kendi?, karena beliau tidak lepas dengan kendi tersebut untuk mengambil air wudhu dan untuk beliau minum airnya, keta’atan ibadahnya sehingga beliau tidak memiliki harta apapaun, kecuali gubuk kecil yang beliau tempati bersama seorang muridnya yang beliau sayangi. Keta’atan dan ketaqwaannya menjadikan contoh untuk muridnya yang selalu mendampinginya sehingga muridnya pun menjunjung tinggi ahlak dan kebesaran ilmunya.
Pada suatu saat Syekh Kendi menceritakan tentang gurunya yang berada di negeri seberang dan akhirnya menyuruh muridnya untuk menemuinya, keesokan harinya sang murid berangkat kenegeri seberang dan sampailah didepan gerbang guru besar Syekh Kendi, maka murid Syekh Kendi bertanya : “Apakah ini rumah guru besar Syekh Kendi?”, rumah yang bagaikan istana yang luas, penjaga yang begitu banyak membuat keraguan murid Syekh Kendi, seraya dihati berkata : “Guruku Syekh Kendi miskin tak punya apa-apa sedangkan guru besarnya seperti ini”. Bertambah keanehannya di kala melihat didalam istananya bangku-bangku emas dan mahkota emas dan begitu gemerlapan emas yang ada di dalam rumahnya.
Dan akhirnya berjumpalah murid Syekh Kendi dengan guru besarnya yang bernama Syekh Sulaiman (Guru dari Syekh Kendi), tiba-tiba beliau berkata : “Apakah engkau murid Syekh Kendi murid dari pada kesayanganku?” benar wahai guru besar (Guru Sulaiman), beri kabar kepada muridku agar dia lebih zuhud lagi didunia dan salamkan ini kepadanya, kebingungan bertambah, guruku yang miskin di suruh tambah miskin lagi menurut kata hatinya, dan pertanyaan ini membuat bingung dan akhirnya keesokan harinya dia pulang menuju rumah Syekh Kendi gurunya dan membawa pertanyaan yang membingungkan, setibanya dia dirumah Syekh Kendi dengan gembira Syekh Kendi menyambut kedatangannya seraya bertanya : “Apa kabar yang kau bawa dari guruku tercinta?” muridnya menceritakan : “Wahai guruku aku diberi kabar agar engkau lebih zuhud lagi hidup didunia.”, tiba-tiba Syekh Kendi menangis, menangis dan menangis lalu mengambil kendinya dan memecahkannya seraya berkata : “Benar guruku, benar guruku”.

Ketahuilah wahai muridku kemewahan dan keindahan Syekh Sulaiman guruku tak sedikitpun masuk kedalam hatinya, sedangkan aku selalu mencari-cari kendiku dan aku takut kehilangannya, ini yang menyebabkan aku kurang zuhud kepada Allah, karena masih ada dihatiku dunia.

[1] Sayyid Abu bakr Syatha, Kifayah al-Atqiya Wa Minhaj al-Ashfiya (Bandung: Syirkah al-Ma’arif) h. 20.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar