Husen
bin Salam adalah Kepala Pendeta Yahudi di Madinah. Walaupun penduduk
Madinah berlainan agama dengannya, namun mereka menghormati Husen.
Karena di kalangan mereka, dia terkenal baik hati, istiqamah, dan jujur.
Husen hidup tenang dan damai. Baginya waktu sangat berguna. Karena
itu ia membaginya dalam tiga bagian. Sepertiganya ia pergunakan di
gereja Yahudi untuk mengajar dan beribadat.
Sepertiga lainnya ia habiskan di kebun untuk merawat dan membersihkan tanaman. Sepertiga lagi untuk membaca Taurat dan mengajarkan kepada orang lain.
Sepertiga lainnya ia habiskan di kebun untuk merawat dan membersihkan tanaman. Sepertiga lagi untuk membaca Taurat dan mengajarkan kepada orang lain.
Setiap kali menemukan ayat Taurat yang mengabarkan tentang kedatangan
seorang nabi di Madinah, ia selalu membacanya berulang-ulang dan
merenunginya.
Dipelajarinya lebih mendalam tentang sifat-sifat dan ciri-ciri nabi
yang ditunggu-tunggunya itu. Ia sangat gembira ketika mengetahui orang
yang ditunggunya itu telah lahir dan akan hijrah ke Madinah.
Karena itu ia selalu berdoa agar Allah memanjangkan usianya supaya
bisa bertemu dengan nabi yang ditunggu-tunggunya dan menyatakan iman.
Allah memperkenankan doa dengan memanjangkan usianya dan
mempertemukannya dengan penutup para nabi, Muhammad SAW.
Ketika pertama kali mendengar kedatangan Nabi, Husen bin Salam
mencocokkannya sifat-sifatnya dengan yang ia ketahui dari Taurat. Begitu
mengetahui persamaan-persamaan tersebut, ia yakin benar bahwa orang
yang ia tunggu telah datang. Namun hal itu ia rahasiakan terhadap kaum
Yahudi.
Tatkala Rasulullah hijrah ke Madinah dan tiba di Quba, seorang juru
panggil berseru menyatakan kedatangan beliau. Saat itu Husen bin Salam
sedang berada di atas pohon kurma. Bibinya, Khalidah bint Harits
menunggu di bawah pohon tersebut. Begitu mendengar berita kedatangan
Rasulullah, ia berteriak,”Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!”
Mendengar teriakan itu, bibinya berkata, “Engkau akan kecewa.
Seandainya pun engkau mendengar kedatangan Musa bin Imran, engkau tidak
bisa berbuat apa-apa.”
“Wahai Bibi! Demi Allah, dia adalah saudara Musa bin Imran. Dia dibangkitkan membawa agamanya yang sama,” jawab Husen.
“Diakah nabi yang sering engkau ceritakan?” tanya bibinya.
“Benar!”
Lalu Husen bergegas menemui Rasulullah yang sedang dikerumuni orang
banyak. Setelah berdesak-desakan, akhirnya Husen berhasil menemui
beliau. Ucapan pertama kali yang keluar dari mulut beliau adalah, “Wahai
manusia, sebar luaskan salam. Beri makan orang yang kelaparan.
Shalatlah di tengah malam, ketika orang banyak sedang tidur nyenyak.
Pasti engkau masuk surga dengan bahagia.”
Husen bin Salam memandangi Rasulullah dengan lekat. Ia yakin, wajah
beliau tidak menunjukkan raut pembohong. Perlahan Husen mendekati seraya
mengucapkan dua kalimat syahadat.
Rasulullah menoleh kepadanya, “Siapa namamu?”
“Husen bin Salam,” jawabnya.
“Mestinya Abdullah bin Salam,” ujar Rasulullah mengganti namanya dengan lebih baik.
“Saya setuju!” jawab Husen. “Demi Allah yang mengutus engkau dengan
benar, mulai hari ini saya tidak ingin lagi memakai nama lain selain
Abdullah bin Salam.”
Setelah itu Husen yang sudah berganti nama dengan Abdullah bin Salam
segera pulang. Ia mengajak seluruh keluarganya, termasuk bibinya,
Khalidah yang saat itu sudah lanjut usia, untuk memeluk agama Islam.
Mereka menerima ajakannya. Abdullah bin Salam meminta keluarganya untuk
merahasiakan keislaman mereka kepada kaum Yahudi sampai waktu yang
tepat.
Beberapa saat kemudian Abdullah menemui Rasulullah lalu berkata,
“Wahai Rasulullah, orang-orang Yahudi suka berbohong dan sesat. Saya
minta engkau memanggil ketua-ketua mereka, tapi jangan sampai mereka
tahu kalau saya masuk Islam. Serulah mereka ke agama Allah, saya akan
bersembunyi di kamar engkau mendengar reaksi mereka.”
Rasulullah menerima permintaan Abdullah bin Salam. Beliau
memasukkannya ke dalam biliknya dan mengumpulkan para pemuka Yahudi.
Rasulullah mengingatkan mereka tentang ayat-ayat Al Quran dan mengajak
mereka masuk agama Islam. Tetapi orang-orang Yahudi itu tidak mau
menerima ajakan beliau. Bahkan dengan beraninya mereka membantah
ucapan-ucapan Rasulullah.
Setelah
mengetahui bahwa mereka enggan menerima seruannya, Rasulullah bertanya, “Bagaimana kedudukan Husen menurut kalian?”
“Dia pemimpin kami, Kepala Pendeta kami dan pemuka agama kami,” jawab mereka.
“Bagaimana pendapat kalian kalai dia masuk Islam ? Maukah kalian mengikutinya?” tanya Rasulullah.
“Tidak mungkin! Tidak mungkin dia akan masuk Islam. Kami berlindung kepada Allah, tidak mungkin dia masuk Islam,” jawab mereka.
Tiba-tiba Abdullah bin Salam keluar dari bilik Rasulullah dan menemui
mereka seraya berkata, “Wahai orang-orang Yahudi, bertakwalah kepada
Allah. Terimalah agama yang dibawa Muhammad. Demi Allah, sesungguhnya
kalian sudah mengetahui bahwa Muhammad itu benar utusan Allah. Bukankah
kalian telah membaca nama dan sifat-sifatnya dalam Taurat? Demi Allah,
saya mengakui Muhammad adalah Rasulullah. Saya beriman kepadanya dan
membenarkan segala ucapannya.”
“Bohong!” jawab orang-orang Yahudi. “Engkau jahat dan bodoh, tidak
bisa membedakan mana yang benar dan salah,” umpat mereka lalu pergi
meninggalkan Abdullah bin Salam dan Rasulullah.
“Engkau lihat, wahai Rasulullah. Orang-orang Yahudi itu pendusta dan
sesat. mereka tidak mau mengakui kebenaran walaupun di depan mata,” ujar
Abdullah.
Abdullah bin Salam menerima Islam seperti orang yang kehausan yang
merindukan jalan ke telaga. Lidahnya selalu basah oleh untaian ayat-ayat
Al Quran. Ia selalu mengikuti semua seruan Rasulullah sehingga suatu
ketika beliau memberi kabar gembira dengan surga.
Suatu ketika Qais bin Ubadah dan beberapa orang lainnya sedang
belajar di serambi masjid. Dalam kelompok itu terdapat seorang lelaki
tua yang ramah dan sangat menyenangkan hati. Setiap ucapan yang keluar
dari mulutnya selalu menarik perhatian orang. Ketika lelaki itu pergi,
orang-orang saling bertanya siapa dia. Di antara mereka ada yang
berkata, “Siapa yang ingin melihat penduduk surga, lihatlah lelaki itu!”
Qais bin Ubadah segera bertanya, “Siapa dia?”
“Abdullah bin Salam,” jawab mereka.
Qais bin Ubadah memutuskan untuk mengikuti lelaki itu sampai jauh keluar kota Madinah. Setelah diizinkan masuk, Qais menemuinya.
“Apa keperluanmu anak muda?” tanya Abdullah.
“Saya mendengar orang-orang berbicara tentang diri Bapak. Kata
mereka, siapa yang ingin melihat penghuni surga, lihatlah Bapak!
Mendengar ucapan mereka, saya mengikuti Bapak sampai ke sini. Saya ingin
mengetahui mengapa orang banyak berkata begitu?”
“Allah yang lebih mengetahui tentang penduduk surga,” jawab Abdullah.
“Ya, tapi pasti ada sebabnya mengapa orang-orang berkata begitu?”
“Baik, akan kujelaskan.”
“Silakan, semoga Allah membalas segala kebaikan Bapak,” ujar Qais.
“Pada suatu malam ketika Rasulullah masih hidup, saya bermimpi.
Seorang laki-laki datang menemuiku seraya menyuruhku bangun dan
mengajakku pergi. Tiba-tiba saya melihat sebuah jalan di sebelah kiri.
Saya bertanya, ‘Jalan kemanakah ini?’
‘Jangan turuti jalan itu, itu bukan jalanmu,’ jawab orang itu.
Tiba-tiba saya melihat jalan yang terang benderang di sebelah kananku. ‘Lewatilah jalan itu,’ kata orang itu.
Saya mengikuti jalan yang terang itu hingga tiba di sebuah taman yang
subur, luas, dan penuh dengan pohon-pohon hijau dan indah. Di
tengah-tengah taman terdapat sebuah tiang besi. Pangkalnya tertancap di
tanah dan ujungnya sampai ke langit. Di puncaknya terdapat sebuah aula
berlapis emas.
Orang itu berkata, ‘Panjatlah tiang itu!’
‘Aku tidak bisa,’ jawabku.
Tiba-tiba datang seorang pembantuku lalu dia menaikkan tubuhku sampai
ke puncak tiang. Aku tinggal di sana sampai pagi dengan perasaan yang
sangat bahagia.
Setelah hari pagi, kudatangi Rasulullah dan kuceritakan kepada beliau
perihal mimpiku. Beliau bersabda, ‘Jalan yang engkau lihat di sebelah
kiri adalah jalan ke neraka. Jalan yang engkau lalui di sebelah kanan
adalah jalan penduduk surga. Taman yang indah itu adalah Islam. Adapun
tiang yang terpancang di tengah taman itu adalah tiang agama. Adapun
aula itu adalah pegangan yang kokoh dan kuat. Engkau senantiasa
berpegangan dengannya sampai mati.’”.
(Muhammad Ismail)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar