Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Wahai saudariku…yang semoga selalu dirahmati Allah, tahukah kalian bahwa perkara berbakti kepada kepada orangtua merupakan perkara yang mulia lagi agung. Dan sudah sepantasnya bagi saudariku yang senantiasa berpegang teguh dengan agama ini, untuk mengetahui serta memahami apa saja hak-hak orangtua yang seharusnya kita penuhi. Terlebih lagi jika kita telah mendapati kedua orangtua kita sudah dalam keadaan tua, tak punya daya dan tenaga sebagaimana ketika mereka masih muda.
Wahai saudariku…yang semoga selalu dirahmati Allah, tahukah kalian bahwa perkara berbakti kepada kepada orangtua merupakan perkara yang mulia lagi agung. Dan sudah sepantasnya bagi saudariku yang senantiasa berpegang teguh dengan agama ini, untuk mengetahui serta memahami apa saja hak-hak orangtua yang seharusnya kita penuhi. Terlebih lagi jika kita telah mendapati kedua orangtua kita sudah dalam keadaan tua, tak punya daya dan tenaga sebagaimana ketika mereka masih muda.
Ketahuilah, Allah Ta’ala telah memerintahkan kita untuk
berbakti kepada orangtua serta tidak menyakiti perasaan mereka meski
dengan ucapan, apalagi dengan perbuatan. Allah Ta’ala berfirman dalam ayat-Nya,
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ
كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا
قَوْلًا كَرِيمًا (23) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ
الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (24)
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada
keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan
ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu
terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ”Wahai
Tuhanku, sayangilah keduanya, karena mereka berdua telah mendidik aku
pada waktu kecil.” (QS. Al-Israa’: 23-24).
Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan ayat ini,
“… dalam ayat ini Allah menggandengkan antara ibadah kepada-Nya dengan perintah berbakti kepada kedua orangtua. Allah Ta’ala berfirman, “dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak..”, sebagaimana dalam ayat-Nya yang lain, “bersyukurlah kepada-Ku, dan kepada keduaorangtuamu, dan kepada-Kulah kamu kembali. “(QS. Luqman: 14).
“… dalam ayat ini Allah menggandengkan antara ibadah kepada-Nya dengan perintah berbakti kepada kedua orangtua. Allah Ta’ala berfirman, “dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak..”, sebagaimana dalam ayat-Nya yang lain, “bersyukurlah kepada-Ku, dan kepada keduaorangtuamu, dan kepada-Kulah kamu kembali. “(QS. Luqman: 14).
Dan Allah ta’ala berfirman, yang artinya:
”Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”,
Yaitu, janganlah engkau mengucapkan perkataan yang buruk kepada keduanya, dan ucapan “ah” itu adalah ucapan yang mendekati perkataan buruk.
”Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”,
Yaitu, janganlah engkau mengucapkan perkataan yang buruk kepada keduanya, dan ucapan “ah” itu adalah ucapan yang mendekati perkataan buruk.
“dan janganlah engkau membentak keduanya,”
Yaitu, jangan sampai muncul perbuatan buruk darimu yang ditujukan kepada keduanya. Sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Atha’ bin Abi Rabaah tentang ayat tersebut, yaitu “janganlah mengibaskan tanganmu kepada keduanya.”
Tatkala Allah melarang seorang anak untuk berucap buruk ataupun berperilaku buruk , maka Allah memerintahkan anak untuk berkata yang baik dan berbuat yang baik. Allah ta’ala berfirman, yang artinya
“dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik”,
Yaitu, perkataan yang lembut, menyenangkan, bagus disertai dengan sopan santun, penghormatan dan pengagungan kepada keduanya.
Yaitu, jangan sampai muncul perbuatan buruk darimu yang ditujukan kepada keduanya. Sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Atha’ bin Abi Rabaah tentang ayat tersebut, yaitu “janganlah mengibaskan tanganmu kepada keduanya.”
Tatkala Allah melarang seorang anak untuk berucap buruk ataupun berperilaku buruk , maka Allah memerintahkan anak untuk berkata yang baik dan berbuat yang baik. Allah ta’ala berfirman, yang artinya
“dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik”,
Yaitu, perkataan yang lembut, menyenangkan, bagus disertai dengan sopan santun, penghormatan dan pengagungan kepada keduanya.
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang”
Yaitu, rendahkanlah dirimu di hadapan keduanya dengan perilakumu.
Yaitu, rendahkanlah dirimu di hadapan keduanya dengan perilakumu.
“dan ucapkanlah,’Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya, karena mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’”
Yaitu mendoakan mereka ketika mereka telah tua renta, dan ketika mereka telah meninggal.”
Yaitu mendoakan mereka ketika mereka telah tua renta, dan ketika mereka telah meninggal.”
Perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang Berbakti Kepada Orangtua
Saudariku, mari kita perhatikan bagaimana seorang shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bernama ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam,
‘Abdullah bin Mas’ud berkata, ‘Aku bertanya,“Wahai Rasulullah, amalan apakah yang paling utama?”
Rasulullah menjawab,”Sholat tepat pada waktunya.”
Aku bertanya, “Lalu apa lagi?”
Beliau menjawab,”Berbakti kepada orangtua.”
Kemudian aku bertanya lagi,”Lalu apa lagi?”
Beliau berkata,”Berjihad di jalan Allah.”’
(HR. Bukhari dan Muslim)
‘Abdullah bin Mas’ud berkata, ‘Aku bertanya,“Wahai Rasulullah, amalan apakah yang paling utama?”
Rasulullah menjawab,”Sholat tepat pada waktunya.”
Aku bertanya, “Lalu apa lagi?”
Beliau menjawab,”Berbakti kepada orangtua.”
Kemudian aku bertanya lagi,”Lalu apa lagi?”
Beliau berkata,”Berjihad di jalan Allah.”’
(HR. Bukhari dan Muslim)
Pernah pula shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, ‘Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Apakah aku pergi berjihad?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya,”Apa engkau masih memiliki ibu bapak?”
Dia berkata,”Ya.”
Beliau berkata,”Berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya,”Apa engkau masih memiliki ibu bapak?”
Dia berkata,”Ya.”
Beliau berkata,”Berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadits di atas, tahulah kita bahwa berbakti kepada orangtua
merupakan amalan yang paling utama setelah sholat wajib yang dikerjakan
tepat waktunya, serta merupakan amalan jihad yang diperintahkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Inilah Kisah Ulama’ serta Bakti Mereka kepada Orangtua
Wahai saudraiku, kini kan kuhadirkan untukmu nukilan kisah para ulama
serta amalan bakti mereka kepada orangtuanya. Merekalah orang yang
berilmu, lagi paling mengetahui hak-hak yang besar yang dimiliki
orangtua atas diri-diri mereka. Betapa mereka sangat perhatian dengan
hal ini, karena bakti mereka kepada orangtua adalah pembuka jalan menuju
surga. Semoga nukilan kisah ini kan menjadi cerminan, bagaimana
seharusnya kita memperlakukan orangtua, sebagaimana yang dilakukan para
ulama.
1. Iyas bin Mu’awiyyah
Ketika ibu beliau meninggal, beliaupun menangis. Orang yang
mengetahui hal itupun bertanya kepada beliau yang mungkin didorong rasa
heran karena melihat seorang yang ‘alim di antara mereka tak mampu
menahan airmatanya tatkala mendapati ibunya telah meninggal. “Mengapa
Anda menangis?”. Maka Iyas bin Mu’awiyyah menjawab,”Dahulu aku memiliki
dua pintu yang terbuka untuk menuju surga, namun kini salah satunya
telah terkunci.”
Wahai Saudariku, lihatlah betapa sedihnya salah seorang ulama kita
ini ketika ibunya meninggal dunia. Lalu bagaimana kiranya dengan kita,
adakah rasa sedih kehilangan pintu surga sebagaimana yang dirasakan Iyas
bin Mu’awiyyah tatkala salah satu dari keduanya meninggal? Lalu tak
lebih bersedihkah kita tatkala tak lagi mendapati dua pintu surga karena
kedua orangtua kita telah tiada?
2. Abu Hanifah
Sesungguhnya ibu dari Abu Hanifah pernah bersumpah dengan satu
sumpah, kemudian dia melanggarnya. Maka sang ibu pun meminta fatwa
kepada anaknya, Abu Hanifah. Namun ternyata ibunya merasa tidak mantap
dengan fatwa yang diberikan anaknya.
Ibunya berkata,”Aku tidak merasa ridha, kecuali dengan mendengar langsung fatwa dari Zur’ah Al-Qash!”
Maka Abu Hanifah pun mengantar ibunya untuk meminta fatwa kepada Zur’ah. Namun Zur’ah Al-Qash mengatakan,”Wahai Ibu, engkau meminta fatwa kepadaku, sementara di depanku ada seorang yang paling alim di kota Kuffah?!”
Abu Hanifah pun berkata dengan berbisik kepada Zur’ah, “Berilah fatwa kepadanya demikian dan demikian” (sebagaimana fatwa Abu Hanifah kepada ibunya), kemudian Zur’ahpun memberikan fatwa hingga ibu Abu Hanifah merasa ridha!
Ibunya berkata,”Aku tidak merasa ridha, kecuali dengan mendengar langsung fatwa dari Zur’ah Al-Qash!”
Maka Abu Hanifah pun mengantar ibunya untuk meminta fatwa kepada Zur’ah. Namun Zur’ah Al-Qash mengatakan,”Wahai Ibu, engkau meminta fatwa kepadaku, sementara di depanku ada seorang yang paling alim di kota Kuffah?!”
Abu Hanifah pun berkata dengan berbisik kepada Zur’ah, “Berilah fatwa kepadanya demikian dan demikian” (sebagaimana fatwa Abu Hanifah kepada ibunya), kemudian Zur’ahpun memberikan fatwa hingga ibu Abu Hanifah merasa ridha!
Wahai saudariku, inilah sikap bakti Abu Hanifah kepada ibunya. Rasa
cinta dan baktinya kepada sang ibu tidaklah membuatnya merasa gengsi
tatkala sang ibu menginginkan fatwa dari orang lain yang tingkatan
ilmunya justru lebih rendah dari Abu Hanifah. Dan lihatlah, beliau sama
sekali tak merasa sombong dan angkuh di hadapan ibunya meski orang lain
telah mengakui kefaqihannya dalam memahami ilmu syar’i.
Dalam kisah yang lain, Abu Yusuf menyampaikan, “Aku menyaksikan Abu Hanifah rahimahullahu ta’ala
menggendong ibunya naik ke atas keledai untuk menuju majelisnya ‘Umar
bin Dzar, dikarenakan ia tak ingin menolak perintah ibunya.” Adapun yang
dimaksud adalah Ibu Abu Hanifah menyuruh beliau untuk bertanya kepada
‘Umar bin Dzar tentang kepentingan ibunya.
3. Manshur bin Al-Mu’tamar
Muhammad bin Bisyr Al-Aslami berkata,”Tidaklah didapati orang yang
paling berbakti kepada ibunya di kota Kuffah ini selain Manshur bin
Al-Mu’tamar dan Abu Hanifah. Adapun Manshur sering mencari kutu di
kepala ibunya, dan menjalin rambut ibunya.”
Wahai saudariku, perhatikanlah bakti Manshur kepada ibunya, yang
menyempatkan dirinya untuk mencari kutu dan menjalin rambut sang ibu.
Betapa amalan itu mungkin remeh di mata kita, namun begitu besar di mata
Manshur. Bahkan perbuatannya tersebut tidaklah membuatnya merasa turun
harga dirinya disebabkan beliau seorang laki-laki.
Lalu bagaimana denganmu wahai saudariku, yang tentu engkau lebih layak untuk mengerjakannya karena engkau adalah seorang wanita?
Tidakkah kau lihat rambut ibumu yang mulai kusut dan tak tertata karena tak mampu merawatnya, sementara engkau hanya diam terpaku membiarkannya begitu saja?
Tidakkah kau lihat rambut ibumu yang mulai kusut dan tak tertata karena tak mampu merawatnya, sementara engkau hanya diam terpaku membiarkannya begitu saja?
4. Haiwah bin Syarih
Suatu hari Haiwah bin Syarih –beliau salah seorang imam kaum
muslimin- duduk dalam majelis beliau untuk mengajarkan ilmu kepada
manusia. Lalu ibunya berteriak memanggil beliau, “Berdirilah wahai
Haiwah, beri makan ayam-ayam itu!”
Lalu beliaupun berdiri dan meninggalkan majelisnya untuk memberi makan ayam.
Lalu beliaupun berdiri dan meninggalkan majelisnya untuk memberi makan ayam.
Kembali kita bercermin kepada Haiwah bin Syarih, panggilan ibunya
untuk memberi makan ayam tidaklah membuat beliau malu dan merasa turun
derajatnya di hadapan murid-murid beliau. Justru saat itulah beliau
memberikan keteladanan yang besar kepada murid-muridnya akan kewajiban
berbakti kepada orangtua dan lebih mendahulukan orangtua dibandingkan
dengan orang lain. Bagaimana seandainya hal itu terjadi pada dirimu
wahai saudariku? Akankah engkau bergegas untuk menyambut perintah
orangtuamu?
5. Muhammad bin Al-Munkadir
Muhammad bin Al-Munkadir pernah menceritakan, “’Umar (saudara beliau) menghabiskan malam dengan mengerjakan sholat malam, sedangkan aku menghabiskan malamku untuk memijat kaki ibuku. Dan aku tidaklah ingin malamku itu diganti dengan malamnya ‘Umar.”
Muhammad bin Al-Munkadir pernah menceritakan, “’Umar (saudara beliau) menghabiskan malam dengan mengerjakan sholat malam, sedangkan aku menghabiskan malamku untuk memijat kaki ibuku. Dan aku tidaklah ingin malamku itu diganti dengan malamnya ‘Umar.”
Melalui nukilan ini, Muhammad bin Al-Munkadir telah memberikan petuah
secara tak langsung kepada kita, bahwa bakti kepada orangtua itu lebih
besar pahalanya dari pada mengerjakan amalan sunnah. Bahkan meskipun
amalan sunnah itu adalah sholat malam yang dilakukan semalam suntuk yang
engkau pasti tahu sholat malam merupakan sholat sunnah yang paling
utama. Oleh karena itu, tatkala orangtuamu menyuruhmu melakukan sesuatu
yang tidak melanggar aturan syariat, sementara engkau dalam keadaan
melakukan amalan sunnah, maka segera sambut mereka, dan batalkan amalan
sunnah tersebut untuk sementara.
6. Imam Ibnu ‘Asakir
Al-Imam Ibnu ‘Asakir pernah ditanya tentang sebab mengapa beliau terlambat dalam menuntut ilmu di Asbahan, maka beliau menjawab,”Ibuku tidak mengizinkanku.”
Al-Imam Ibnu ‘Asakir pernah ditanya tentang sebab mengapa beliau terlambat dalam menuntut ilmu di Asbahan, maka beliau menjawab,”Ibuku tidak mengizinkanku.”
7. Imam Adz-Dzahabi
Beliau pernah mengisahkan bahwa beliau membaca Al-Qur’an kepada
Syaikhnya yang bernama Syaikh al-Fadhili. Kemudian beliau
berkata,”Ketika guru kami (Al-Fadhili) meninggal, sementara aku belum
selesai membaca Al-Qur’an dengannya, akupun merasa sedih. Kemudian ada
orang yang menyampaikan kepadaku bahwa Abu Muhammad Al-Makin Al-Asmar
yang tinggal di Iskandariyah memiliki sanad yang lebih tinggi daripada
Al-Fadhili.” Imam Adz-Dzahabi berkata,”Maka semakin bertambahlah
kesedihanku karena ayahku tidak mengizinkanku melakukan safar ke kota
Iskandariyah.
Adz-Dzahabi menyampaikan dalam biografi ‘Abdurrahman bin ‘Abdul Latif
Al-Baghdadi, “Aku merasa sedih ketika bepergian kepadanya, tidaklah aku
menyeberangi jembatan, karena khawatir dengan ayahku. Sesungguhnya dia
telah melarangku.”
Adz-Dzahabi pernah mengadakan perjalanan menuju salah seorang imam
dan tinggal di tempat imam tersebut selama beberapa waktu, lalu beliau
berkata,”Aku telah berjanji dan bersumpah kepada ayahku, bahwa aku tidak
akan tinggal dalam perjalanan ini lebih dari 4 bulan, sehingga aku
khawatir menjadi anak durhaka.”
Lihatlah bagaimana sikap Imam Ibnu ‘Asakir dan Adz-Dzahabi yang
begitu perhatian dengan izin dari orangtuanya. Begitu beratnya mereka
untuk pergi, bahkan untuk menuntut ilmu sekalipun, ketika orangtuanya
tak memberikan izin kepada mereka. Betapa takutnya mereka menjadi anak
durhaka, hanya karena melanggar sedikit dari janji yang sudah disepakati
dengan orangtuanya.
Lalu, mari kita lihat keadaan di zaman ini. Betapa banyak kita dapati
muslimah (kecuali mereka yang dirahmati Allah), pergi ke suatu tempat
tanpa meminta izin dulu kepada orangtuanya. Berangkat tak pamit, pulang
tak jelas jam berapa. Tidakkah mereka berpikir, betapa orangtuanya
merasa gelisah kebingungan mencari anak gadisnya yang tak kunjung
pulang?
Wahai saudariku, apa lagi yang engkau tunggu? Segeralah berbuat baik
kepada kedua orangtuamu. Karena apabila engkau mengerahkan seluruh
tenaga untuk berbakti kepada mereka, niscaya itu tidak akan mampu
menyaingi kebaikan mereka ketika mendidik dan merawatmu saat masih
kecil.
Bergegaslah untuk mengunjungi mereka andai engkau telah lama tak berjumpa. ..
Bergegaslah untuk menelepon mereka andai lama engkau tak mendengar kabarnya…
Mintalah mereka untuk menghabiskan masa tuanya bersamamu…
Rawatlah mereka dengan penuh ketulusan. Bersihkan kotoran yang melekat pada badan dan pakaian mereka dengan keikhlasan andai mereka telah renta…
Tatalah ruangan mereka, beri pencahayaan yang cukup, dan perhatikanlah kebersihan ruangannya.
Ciumlah kening mereka dengan penuh ketulusan dan harapkanlah pahala dari Allah atas segala baktimu. Perlakukan mereka sebagaimana hamba memuliakan raja dan ratu…
Janganlah sampai kau perlakukan mereka layaknya seorang pembantu yang bisa kau suruh untuk menbantu pekerjaan rumah tanggamu. Na’udzubillahi min dzalik.
Dakwahi dengan kelembutan serta akhlak yang baik andai mereka belum mendapatkan hidayah-Nya.
Segeralah meminta maaf andai engkau pernah mengucapkan kata-kata dan berlaku kasar yang membuat mereka tak ridha.
Saudariku, mungkin engkau tak akan lama lagi melihat wajah mereka.
Lihatlah kulit-kulit mereka yang mulai kisut…
Kening-kening mereka yang mulai mengerut…
Raga yang tak lagi kuat dan sebentar lagi kan menantang maut..
Adakah engkau telah membuat mereka bahagia?
Sudahkah engkau melukiskan tawa di bibir mereka?
Atau justru engkau telah membuat mereka menangis karena tingkahmu yang tak menyenangkan mereka??
Bergegaslah untuk menelepon mereka andai lama engkau tak mendengar kabarnya…
Mintalah mereka untuk menghabiskan masa tuanya bersamamu…
Rawatlah mereka dengan penuh ketulusan. Bersihkan kotoran yang melekat pada badan dan pakaian mereka dengan keikhlasan andai mereka telah renta…
Tatalah ruangan mereka, beri pencahayaan yang cukup, dan perhatikanlah kebersihan ruangannya.
Ciumlah kening mereka dengan penuh ketulusan dan harapkanlah pahala dari Allah atas segala baktimu. Perlakukan mereka sebagaimana hamba memuliakan raja dan ratu…
Janganlah sampai kau perlakukan mereka layaknya seorang pembantu yang bisa kau suruh untuk menbantu pekerjaan rumah tanggamu. Na’udzubillahi min dzalik.
Dakwahi dengan kelembutan serta akhlak yang baik andai mereka belum mendapatkan hidayah-Nya.
Segeralah meminta maaf andai engkau pernah mengucapkan kata-kata dan berlaku kasar yang membuat mereka tak ridha.
Saudariku, mungkin engkau tak akan lama lagi melihat wajah mereka.
Lihatlah kulit-kulit mereka yang mulai kisut…
Kening-kening mereka yang mulai mengerut…
Raga yang tak lagi kuat dan sebentar lagi kan menantang maut..
Adakah engkau telah membuat mereka bahagia?
Sudahkah engkau melukiskan tawa di bibir mereka?
Atau justru engkau telah membuat mereka menangis karena tingkahmu yang tak menyenangkan mereka??
Wahai saudariku, lekaslah redakan tangis mereka.
Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menasehatkan hal demikian kepada salah seorang yang datang kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam,
Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menasehatkan hal demikian kepada salah seorang yang datang kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Seseorang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dan berkata, “Aku akan berbai’at kepadamu untuk berhijrah, dan aku
tinggalkan kedua orangtuaku dalam keadaan menangis.” Rasulullah
shallallahu a’laihi wasallam bersabda,”Kembalilah kepada kedua
orangtuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat
keduanya menangis..” (HR. Imam Abu Dawud dan An-Nasa-i)
Ya Robbi, ampunilah dosaku dan
ampunilah dosa kedua orangtuaku, sayangilah keduanya, karena mereka
berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.
Semoga kita dimudahkan untuk mempersembahkan bakti kepada kedua
orangtua, sebagaimana bakti para ulama pada orangtuanya.. Aamiin..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar