Wahai saudariku, tahukah kalian siapa beliau? Beliau adalah Asma’ binti Yazid
bin Sakan bin Rafi’ bin Imri’il Qais bin Abdul Asyhal bin Haris
Al-Anshariyah Al Ausiyyah Al Asyhaliyah. Wanita mulia di masa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang berbai’at kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pada tahun pertama Hijriyah, yaitu dalam bai’at Aqabah.
Asma’ radhiallahu ‘anha adalah termasuk shahabiyah Anshar
yang pertama masuk Islam yang keilmuannya sangat luas. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Ibnu Abdil Barr bahwa Asma’ adalah seorang wanita yang
cerdas dan bagus agamanya. Asma’ ikut aktif mendengar hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan sering bertanya tentang persoalan-persoalan yang menjadikan dia
paham urusan agama. Oleh karena itu, ia menjadi ahli hadits yang mulia,
sehingga mendapat julukan “juru bicara wanita”. Asma’ dipercaya oleh
kaum muslimah sebagai wakil mereka untuk berbicara dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang persoalan-persoalan yang mereka hadapi.
Suatu ketika Asma’ mendatangi Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya adalah utusan bagi
seluruh wanita muslimah yang di belakangku, seluruhnya mengatakan
sebagaimana yang aku katakan dan seluruhnya berpendapat sesuai dengan
pendapatku. Sesungguhnya Allah mengutusmu bagi seluruh laki-laki dan
wanita, kemudian kami beriman kepada anda dan membai’at anda. Adapun
kami para wanita terkurung dan terbatas gerak langkah kami. Kami menjadi
penyangga rumah tangga kaum laki-laki dan kami adalah tempat
menyalurkan syahwatnya. Kamilah yang mengandung anak-anak mereka. Akan
tetapi kaum laki-laki mendapat keutamaan melebihi kami dengan shalat
Jum’at, mengantarkan jenazah, dan berjihad. Apabila mereka keluar untuk
berjihad, kamilah yang menjaga harta mereka dan mendidik anak-anak
mereka. Maka apakah kami juga mendapat pahala sebagaimana yang mereka
dapat dengan amalan mereka?”
Mendengar pertanyaan tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menoleh kepada para sahabat dan bersabda, “Pernahkah kalian mendengar pertanyaan seorang wanita tentang agama yang lebih baik dari apa yang dia tanyakan?”
Para sahabat menjawab, “Benar, kami belum pernah mendengarnya ya, Rasulullah!”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah wahai Asma’ dan
beritahukan kepada para wanita yang berada di belakangmu, bahwa
perlakuan baik salah seorang di antara mereka kepada suaminya, upayanya
untuk mendapat keridhaan suaminya, dan ketundukkannya untuk senantiasa
mentaati suami, itu semua dapat mengimbangi seluruh amal yang kamu
sebutkan yang dikerjakan oleh kaum laki-laki.”
Maka kembalilah Asma’ sambil bertahlil dan bertakbir merasa gembira dengan apa yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Muslim)
Kita lihat begitu semangatnya para shahabiah, hatinya senantiasa
bergantung kepada akhirat. Tidaklah yang ia cita-citakan dalam seluruh
amalnya kecuali ridha Allah Ta’ala sehingga ia merasa sangat gembira
ketika diberitahu bahwa tugas yang selama ini ia lakukan pahalanya
menyamai amalan kaum laki-laki yang sangat berat. Sungguh hal ini
menunjukkan kemurahan Allah kepada hamba-Nya.
Asma’ juga pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tata cara mandi haidh, sebagaimana telah diriwayatkan dari ‘Aisyah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Hendaklah seorang di antara kamu menyiapkan air dan air perasan
bidara. Kemudian bersucilah dengannya dan membaguskan bersucinya.
Kemudian menuangkan air ke atas kepalanya dan hendaklah ia menggosoknya
dengan gosokan yang kuat hingga membasahi akar-akar rambutnya, lalu
menuangkan air ke atasnya. Kemudian hendaklah ia mengambil sepotong
kapas yang telah dibubuhi minyak wangi, lalu bersihkanlah dengannya.”
Lalu Asma’ bertanya lagi, “Bagaimana membersihkannya dengan kapas?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Subhanallah, bersihkanlah dengannya.”
‘Aisyah berkata, seolah-olah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembunyikan hal ini (karena malu), “Yaitu engkau membersihkan darah padanya.” (HR. Bukhari Muslim)
Begitulah saudariku, para shahabiyah sangat bersemangat untuk mencari
ilmu agama. Rasa malu tidak menghalangi mereka untuk bertanya. Karena
mereka tahu, hanya dengan ilmu, amalan mereka akan bernilai (mendapat
pahala) di sisi Allah. Benarlah perkataan ‘Aisyah bahwa sebaik-baik
wanita adalah wanita Anshar, mereka tidaklah terhalang oleh rasa malu
untuk mendalami urusan agama. (HR. Muslim)
Tentunya, kita ingin menjadi wanita terbaik bukan? Maka, contohlah para shahabiah.
Belajarlah ilmu agama karena dengannya derajat kita akan ditinggikan
dan jalan menuju surga akan dimudahkan. Semoga Allah senantiasa
memudahkan bagi kita jalan menuju Ilmu. Aamiin.
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (Qs. Al Mujadilah:11)
“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya, dengan hal itu, jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (Qs. Al Mujadilah:11)
“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya, dengan hal itu, jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Maraji’:
Wanita-Wanita Teladan di masa Rasulullah shallallahu ’’laihi wa sallam (Mahmud Mahdi Al-Istanbuli, Musthafa Abu An Nashr Asy Syalabi)
Wanita-Wanita Teladan di masa Rasulullah shallallahu ’’laihi wa sallam (Mahmud Mahdi Al-Istanbuli, Musthafa Abu An Nashr Asy Syalabi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar