“Amma ba’du, tatkala kami mengetahui bahwa mayoritas masyarakat yang
mengaku sebagai kaum muslimin dewasa ini berpaling dari kitabullah dan
melemparkannya ke belakang punggung mereka, tidak mengharapkan janji
Allah dan tidak takut akan ancaman-Nya, maka kami mengatahui, bahwa hal
tersebut merupakan faktor yang dapat mendorong seorang yang telah Allah
berikan kepadanya ilmu akan kitab-Nya, untuk mengarahkan semangatnya
yang tinggi demi berkhidmah kepada kitab-Nya, menjelaskan
makna-maknanya, menampakkan keindahan-keindahannya, menerangkan
kesulitan yang ada padanya, menjelaskan hukum-hukumnya, serta mengajak
manusia untuk mengamalkannya dan meninggalkan segala sesuatu yang
bertolak-belakang dengan kitab itu”.(1)
Nama dan Nasab
Nama beliau adalah Muhammad al-Amin bin Muhammad al-Mukhtar bin Abdul Qadir al-Jakni asy-Syinqithi -rahimahullah-.
Jika terus diruntut, maka nasab Kabilah beliau akan sampai ke daerah Himyar di Yaman.
Nama beliau adalah Muhammad al-Amin bin Muhammad al-Mukhtar bin Abdul Qadir al-Jakni asy-Syinqithi -rahimahullah-.
Jika terus diruntut, maka nasab Kabilah beliau akan sampai ke daerah Himyar di Yaman.
Kelahiran
Beliau -rahimahullah- dilahirkan di sebuah kota yang bernama Syinqith. Adapun nama tempat kelahiran beliau adalah Tanbah, sebuah desa di kota Syinqith, yang merupakan sebuah daerah di belahan timur dari Negara Islam yang sekarang terkenal dengan nama Mauritania. Yaitu sebuah Negara Islam di benua Afrika yang berbatasan dengan Sinegal, Mali, dan al-Jazair (Algeria).
Tepatnya, beliau -rahimahullah- dilahirkan pada tahun 1325 H (1905 M), dari seorang ibu sepupu ayahnya sendiri.
Beliau -rahimahullah- dilahirkan di sebuah kota yang bernama Syinqith. Adapun nama tempat kelahiran beliau adalah Tanbah, sebuah desa di kota Syinqith, yang merupakan sebuah daerah di belahan timur dari Negara Islam yang sekarang terkenal dengan nama Mauritania. Yaitu sebuah Negara Islam di benua Afrika yang berbatasan dengan Sinegal, Mali, dan al-Jazair (Algeria).
Tepatnya, beliau -rahimahullah- dilahirkan pada tahun 1325 H (1905 M), dari seorang ibu sepupu ayahnya sendiri.
Semangat dan Antusias dalam Menuntut Ilmu
Syaikh Muhammad -rahimahullah- terdidik hingga besar di tengah masyarakat yang cinta akan ilmu, baik kaum laki-laki maupun wanitanya. Beliau menimba dasar-dasar ilmu agama dan ilmu al-Qur`an dari paman-paman beliau dari pihak ibunya, juga dari anak-anak mereka.
Menghafal kitab-kitab merupakan santapan lezatnya sehari-hari. Beliau -rahimahullah- telah hafal al-Qur`an di bawah didikan pamannya, Abdullah, ketika berusia sepuluh tahun. Beliau -rahimahullah- bertutur, “Kemudian aku belajar menulis khat mushaf Utsmani (mushaf Induk) dari pamanku yang bernama Muhammad bin Ahmad. Darinya juga aku belajar ilmu Tajwid dengan bacaan Nafi’, yang meriwayatkan dari Warsy, dari jalan Abu Ya’qub al-Azraq dan Qalun, dari periwayatan Abu Nasyith. Dan darinya juga aku mengambil sanad bacaan itu hingga sampai kepada Nabi -shollallahu alaihi wa sallam-. Dan ketika itu, usiaku masih enam belas tahun”.
Beliau -rahimahullah- juga pernah berkata, “Di sela-sela proses belajar bacaan tersebut, aku juga belajar kitab-kitab ringkas fikih Imam Malik, seperti Rojaz Ibnu ‘Asyir. Dan di sela-selanya juga aku belajar sastra secara panjang lebar dari istri pamanku”. Ia melanjutkan, “Aku juga menimba dasar-dasar ilmu Nahwu, seperti kitab al-Ajurrumiyyah beserta latihan-latihannya, juga darinya. Aku pun belajar dengan panjang lebar tentang nasab-nasab bangsa arab, sejarah mereka, dan tak ketinggalan juga sejarah Nabi Muhammad -shollallahu alaihi wa sallam-, dan nazhom peperangan karya Ahmad al-Badawi asy-Syinqithi yang jumlah baitnya lebih dari lima ratus bait”.
Seperti itulah semangat belajar beliau -rahimahullah- dalam mempelajari ilmu al-Qur`an, Sastra, Biografi, dan Sejarah. Dan semua itu beliau ambil dan timba dari rumah paman-pamannya.
Beliau -rahimahullah- bertutur, “Setelah aku hafal al-Qur`an, sudah bisa menulis al-Qur`an dengan khat utsmani, dan aku mampu unggul di atas teman-temanku, maka ibu dan bibi-bibiku menaruh perhatian khusus kepadaku. Dengan tekad bulat mereka mengarahkanku untuk belajar disiplin ilmu yang ada”.
Syaikh Muhammad -rahimahullah- terdidik hingga besar di tengah masyarakat yang cinta akan ilmu, baik kaum laki-laki maupun wanitanya. Beliau menimba dasar-dasar ilmu agama dan ilmu al-Qur`an dari paman-paman beliau dari pihak ibunya, juga dari anak-anak mereka.
Menghafal kitab-kitab merupakan santapan lezatnya sehari-hari. Beliau -rahimahullah- telah hafal al-Qur`an di bawah didikan pamannya, Abdullah, ketika berusia sepuluh tahun. Beliau -rahimahullah- bertutur, “Kemudian aku belajar menulis khat mushaf Utsmani (mushaf Induk) dari pamanku yang bernama Muhammad bin Ahmad. Darinya juga aku belajar ilmu Tajwid dengan bacaan Nafi’, yang meriwayatkan dari Warsy, dari jalan Abu Ya’qub al-Azraq dan Qalun, dari periwayatan Abu Nasyith. Dan darinya juga aku mengambil sanad bacaan itu hingga sampai kepada Nabi -shollallahu alaihi wa sallam-. Dan ketika itu, usiaku masih enam belas tahun”.
Beliau -rahimahullah- juga pernah berkata, “Di sela-sela proses belajar bacaan tersebut, aku juga belajar kitab-kitab ringkas fikih Imam Malik, seperti Rojaz Ibnu ‘Asyir. Dan di sela-selanya juga aku belajar sastra secara panjang lebar dari istri pamanku”. Ia melanjutkan, “Aku juga menimba dasar-dasar ilmu Nahwu, seperti kitab al-Ajurrumiyyah beserta latihan-latihannya, juga darinya. Aku pun belajar dengan panjang lebar tentang nasab-nasab bangsa arab, sejarah mereka, dan tak ketinggalan juga sejarah Nabi Muhammad -shollallahu alaihi wa sallam-, dan nazhom peperangan karya Ahmad al-Badawi asy-Syinqithi yang jumlah baitnya lebih dari lima ratus bait”.
Seperti itulah semangat belajar beliau -rahimahullah- dalam mempelajari ilmu al-Qur`an, Sastra, Biografi, dan Sejarah. Dan semua itu beliau ambil dan timba dari rumah paman-pamannya.
Beliau -rahimahullah- bertutur, “Setelah aku hafal al-Qur`an, sudah bisa menulis al-Qur`an dengan khat utsmani, dan aku mampu unggul di atas teman-temanku, maka ibu dan bibi-bibiku menaruh perhatian khusus kepadaku. Dengan tekad bulat mereka mengarahkanku untuk belajar disiplin ilmu yang ada”.
Guru
Setelah menceritakan tentang fikih madzhab Maliki yang beliau pelajari, juga kitab Alfiyyah Ibnu Malik dalam bidang ilmu nahwu, Beliau -rahimahullah- berkata, “Kemudian aku mengambil disiplin ilmu lainnya dari beberapa masyayikh pada beberapa cabang ilmu. Mereka semua berasal dari Kabilah al-Jakniyyun. Dan di antara mereka adalah para ulama terkenal di negeri itu. Mereka antara lain:
o Syaikh Muhammad bin Shalih, yang popular dengan sebutan Ibnu Ahmad al-Afram.
o Syaikh Ahmad al-Afram bin Muhammad al-Mukhtar.
o Syaikh, al-’Allamah Ahma bin Umar.
o Pakar fikih terkemuka Muhammad an-Nikmat bin Zaidan.
o Pakar fikih terkemuka Ahmad bin Muud.
o Al-’Allamah, lautan ilmu dalam bidang ilmu Ahmad Faal bin Aaduh.
o Dan masyayikh lainnya dari kabilah al-Jakniyyun –rahimahumullah-.
Beliau -rahimahullah- menambahkan, “Sungguh, kami telah menimba segala disiplin ilmu dari mereka, seperti Nahwu, Shorof, Ushul, Balaghah, serta sebagian Tafsir dan Hadits.
“Adapun ilmu Mantiq, tata cara membahas, serta berdiskusi dan berdebat, maka kami pelajari sendiri dari hasil menelaah kitab-kitab”, ungkap beliau.
Dan perlu digarisbawahi di sini, bahwa cabang-cabang ilmu yang beliau pelajari dari para masyayikh, atau yang beliau dapatkan dari hasil menelaah kitab-kitab sendiri, tidak hanya sebatas itu saja. Akan tetapi beliau juga senantiasa mengamati dan mencermati, serta melanjutkan belajarnya hingga keesokan hari pada setiap cabang ilmu yang ada, sehingga beliau benar-benar paham seluk beluk setiap bidang ilmu tersebut.
Setelah menceritakan tentang fikih madzhab Maliki yang beliau pelajari, juga kitab Alfiyyah Ibnu Malik dalam bidang ilmu nahwu, Beliau -rahimahullah- berkata, “Kemudian aku mengambil disiplin ilmu lainnya dari beberapa masyayikh pada beberapa cabang ilmu. Mereka semua berasal dari Kabilah al-Jakniyyun. Dan di antara mereka adalah para ulama terkenal di negeri itu. Mereka antara lain:
o Syaikh Muhammad bin Shalih, yang popular dengan sebutan Ibnu Ahmad al-Afram.
o Syaikh Ahmad al-Afram bin Muhammad al-Mukhtar.
o Syaikh, al-’Allamah Ahma bin Umar.
o Pakar fikih terkemuka Muhammad an-Nikmat bin Zaidan.
o Pakar fikih terkemuka Ahmad bin Muud.
o Al-’Allamah, lautan ilmu dalam bidang ilmu Ahmad Faal bin Aaduh.
o Dan masyayikh lainnya dari kabilah al-Jakniyyun –rahimahumullah-.
Beliau -rahimahullah- menambahkan, “Sungguh, kami telah menimba segala disiplin ilmu dari mereka, seperti Nahwu, Shorof, Ushul, Balaghah, serta sebagian Tafsir dan Hadits.
“Adapun ilmu Mantiq, tata cara membahas, serta berdiskusi dan berdebat, maka kami pelajari sendiri dari hasil menelaah kitab-kitab”, ungkap beliau.
Dan perlu digarisbawahi di sini, bahwa cabang-cabang ilmu yang beliau pelajari dari para masyayikh, atau yang beliau dapatkan dari hasil menelaah kitab-kitab sendiri, tidak hanya sebatas itu saja. Akan tetapi beliau juga senantiasa mengamati dan mencermati, serta melanjutkan belajarnya hingga keesokan hari pada setiap cabang ilmu yang ada, sehingga beliau benar-benar paham seluk beluk setiap bidang ilmu tersebut.
Kegiatan dan Aktifitas
Kegiatan dan aktifitas Syaikh Muhammad -rahimahullah- sama seperti kegiatan para ulama yang lain; belajar, mengajar, dan memberi fatwa. Hanya saja beliau v lebih terkenal dalam masalah hukum.
Meskipun ada seorang Hakim perancis, namun penduduk negeri itu begitu menaruhkan kepercayaan kepada beliau -rahimahullah-. Mereka datang kepada Syaikh -rahimahullah- untuk memutuskan perkara yang terjadi di antara mereka. Dan begitu banyak utusan-utusan dan tamu yang datang dari tempat yang jauh hanya untuk bertemu dengan beliau.
Kegiatan dan aktifitas Syaikh Muhammad -rahimahullah- sama seperti kegiatan para ulama yang lain; belajar, mengajar, dan memberi fatwa. Hanya saja beliau v lebih terkenal dalam masalah hukum.
Meskipun ada seorang Hakim perancis, namun penduduk negeri itu begitu menaruhkan kepercayaan kepada beliau -rahimahullah-. Mereka datang kepada Syaikh -rahimahullah- untuk memutuskan perkara yang terjadi di antara mereka. Dan begitu banyak utusan-utusan dan tamu yang datang dari tempat yang jauh hanya untuk bertemu dengan beliau.
Safar ke luar Negeri
Sengaja beliau -rahimahullah- keluar negeri untuk melaksanakan kewajiban ibadah haji, dengan niatan ia akan kembali lagi ke negerinya seusai pelaksanaan ibadah haji tersebut.
Setelah Syaikh -rahimahullah- sampai ke negeri tujuannya, ternyata niatnya berubah. Ia ingin menetap sementara di sana. Sebabnya adalah, ketika berada di negerinya dahulu dia mendengar istilah Wahhabiyah, dan beliau ingin mengetahui tentang hakekat sebenarnya. Diantaranya juga, ketika menginap di beberapa tempat, secara kebetulan kemah beliau berdekatan dengan kemah al-Amir Khalid as-Sudairi, dan tatkala itu satu sama lain belum saling kenal. Adalah al-Amir pada waktu itu bersama teman duduknya mencari sebuah majlis yang mengajarkan sastra, sebab beliau begitu berjiwa sastrawan. Dan perbincangan yang terjadi diantara mereka menjadi panjang lebar, hingga akhirnya mereka bertanya-jawab dengan Syaikh -rahimahullah- yang ikut hadir juga pada waktu itu. Dan ternyata mereka telah mendapatkan seorang Syaikh yang alim bagaikan lautan yang tak bertepi. Al-Amir menasehatinya, ketika ia datang ke kota Madinah nanti, agar ia menemui dua orang Syaikh di sana; Syaikh Abdullah az-Zahim dan Syaikh Abdul Aziz bin Shalih.
Dan ternyata, di kota Madinah beliau -rahimahullah- berhasil bertemu dengan keduanya. Yang mana keduanya merupakan dua orang Hakim yang memutuskan kasus-kasus yang terjadi diantara penduduk kota, baik dalam masalah fikih, maupun masalah manhaj dan akidah.
Beliau -rahimahullah- begitu banyak berdiskusi dengan Syaikh Abdul Aziz bin Shalih. Hingga akhirnya Syaikh Abdu Aziz menghadiahkan kitab al-Mughni, dan beberapa kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah kepada beliau. Beliau -rahimahullah- pun membacanya hingga dapat memahami madzhab Imam Ahmad bin Hambal. Juga dapat mengetahui manhaj yang selamat dan akidah salaf yang bersandar kepada al-Qur`an dan as-Sunnah dengan pemahaman kaum salaf.
Sengaja beliau -rahimahullah- keluar negeri untuk melaksanakan kewajiban ibadah haji, dengan niatan ia akan kembali lagi ke negerinya seusai pelaksanaan ibadah haji tersebut.
Setelah Syaikh -rahimahullah- sampai ke negeri tujuannya, ternyata niatnya berubah. Ia ingin menetap sementara di sana. Sebabnya adalah, ketika berada di negerinya dahulu dia mendengar istilah Wahhabiyah, dan beliau ingin mengetahui tentang hakekat sebenarnya. Diantaranya juga, ketika menginap di beberapa tempat, secara kebetulan kemah beliau berdekatan dengan kemah al-Amir Khalid as-Sudairi, dan tatkala itu satu sama lain belum saling kenal. Adalah al-Amir pada waktu itu bersama teman duduknya mencari sebuah majlis yang mengajarkan sastra, sebab beliau begitu berjiwa sastrawan. Dan perbincangan yang terjadi diantara mereka menjadi panjang lebar, hingga akhirnya mereka bertanya-jawab dengan Syaikh -rahimahullah- yang ikut hadir juga pada waktu itu. Dan ternyata mereka telah mendapatkan seorang Syaikh yang alim bagaikan lautan yang tak bertepi. Al-Amir menasehatinya, ketika ia datang ke kota Madinah nanti, agar ia menemui dua orang Syaikh di sana; Syaikh Abdullah az-Zahim dan Syaikh Abdul Aziz bin Shalih.
Dan ternyata, di kota Madinah beliau -rahimahullah- berhasil bertemu dengan keduanya. Yang mana keduanya merupakan dua orang Hakim yang memutuskan kasus-kasus yang terjadi diantara penduduk kota, baik dalam masalah fikih, maupun masalah manhaj dan akidah.
Beliau -rahimahullah- begitu banyak berdiskusi dengan Syaikh Abdul Aziz bin Shalih. Hingga akhirnya Syaikh Abdu Aziz menghadiahkan kitab al-Mughni, dan beberapa kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah kepada beliau. Beliau -rahimahullah- pun membacanya hingga dapat memahami madzhab Imam Ahmad bin Hambal. Juga dapat mengetahui manhaj yang selamat dan akidah salaf yang bersandar kepada al-Qur`an dan as-Sunnah dengan pemahaman kaum salaf.
Syaikh -rahimahullah- dan Masjid Nabawi
Belajar-mengajar di masjid nabawi merupakan sarana transfer ilmu yang begitu penting di mata umat Islam dalam rangka menyebarkan ilmu agama. Masjid tersebut merupakan kampus pertama tempat disyariatkannya agama ini, yaitu sejak zaman Nabi -shollallahu alaihi wa sallam, ketika Jibril -alaihissalam- datang kepadanya untuk mengajarkan agama islam di majlis Rasulullah n. Dan sejak masa Khulafa’ ar-Rasyidin dan ulama dari kalangan sahabat, kota Madinah merupakan ibu kota ilmu, dan senantiasa kota itu akan menjadi markaz ilmiah yang tidak pernah kosong dari seorang alim yang menegakkan kebenaran pada setiap masanya.
Sebelum kedatangan Syaikh Muhammad al-Amin -rahimahullah- ke kota Madinah, adalah Syaikh ath-Thayyib -rahimahullah-, dengan perantara dirinya Allah berikan manfaat yang banyak kepada umat Islam di kota itu, hingga ia wafat pada tahun 1363 H. Adapun setelahnya, majlis Syaikh at-Thayyib digantikan oleh murid-muridnya, juga oleh Syaikh Muhammad -rahimahullah-. Dan Syaikh -rahimahullah- dahulu mengajar kitab tafsir al-Qur`an, dan sempat khatam hingga dua kali.
Termasuk hal yang sudah kita ketahui bersama bahwa pelajaran tafsir tidaklah terbatas pada sebuah pembahasan saja, akan tetapi pelajaran tafsir adalah ilmu yang mencakup seluruh isi al-Qur`an dan segala keumuman yang ada di dalamnya. Dan manhaj beliau dalam mengajar pertama kali adalah menjelaskan makna kosakata, kemudian menerangkan segi i’rabnya, ilmu shorofnya, kemudian balaghohnya dengan membawakan dalil-dalil penguat pada pembahasannya.
Belajar-mengajar di masjid nabawi merupakan sarana transfer ilmu yang begitu penting di mata umat Islam dalam rangka menyebarkan ilmu agama. Masjid tersebut merupakan kampus pertama tempat disyariatkannya agama ini, yaitu sejak zaman Nabi -shollallahu alaihi wa sallam, ketika Jibril -alaihissalam- datang kepadanya untuk mengajarkan agama islam di majlis Rasulullah n. Dan sejak masa Khulafa’ ar-Rasyidin dan ulama dari kalangan sahabat, kota Madinah merupakan ibu kota ilmu, dan senantiasa kota itu akan menjadi markaz ilmiah yang tidak pernah kosong dari seorang alim yang menegakkan kebenaran pada setiap masanya.
Sebelum kedatangan Syaikh Muhammad al-Amin -rahimahullah- ke kota Madinah, adalah Syaikh ath-Thayyib -rahimahullah-, dengan perantara dirinya Allah berikan manfaat yang banyak kepada umat Islam di kota itu, hingga ia wafat pada tahun 1363 H. Adapun setelahnya, majlis Syaikh at-Thayyib digantikan oleh murid-muridnya, juga oleh Syaikh Muhammad -rahimahullah-. Dan Syaikh -rahimahullah- dahulu mengajar kitab tafsir al-Qur`an, dan sempat khatam hingga dua kali.
Termasuk hal yang sudah kita ketahui bersama bahwa pelajaran tafsir tidaklah terbatas pada sebuah pembahasan saja, akan tetapi pelajaran tafsir adalah ilmu yang mencakup seluruh isi al-Qur`an dan segala keumuman yang ada di dalamnya. Dan manhaj beliau dalam mengajar pertama kali adalah menjelaskan makna kosakata, kemudian menerangkan segi i’rabnya, ilmu shorofnya, kemudian balaghohnya dengan membawakan dalil-dalil penguat pada pembahasannya.
Di Masjid Syaikh Muhammad -rahimahullah-
Adapun di masjid Syaikh Muhammad -rahimahullah-, beliau mulai mengajar materi ushul fikih dan kaidah-kaidahnya. Banyak sekali orang-orang yang datang ke majlisnya untuk mengambil faedah dari beliau. Hingga orang-orang yang berasal dari ujung kota Riyadh pun rela datang ke sana demi untuk ikut serta dalam majlisnya itu.
Adapun di masjid Syaikh Muhammad -rahimahullah-, beliau mulai mengajar materi ushul fikih dan kaidah-kaidahnya. Banyak sekali orang-orang yang datang ke majlisnya untuk mengambil faedah dari beliau. Hingga orang-orang yang berasal dari ujung kota Riyadh pun rela datang ke sana demi untuk ikut serta dalam majlisnya itu.
Di Rumah Syaikh Muhammad -rahimahullah-
Oleh karena pelajaran Ushul di masjid bersifat untuk umum, maka para pelajar yang begitu semangat, mereka menginginkan adanya tambahan pelajaran khusus yang diadakan di rumah Syaikh Muhammad -rahimahullah-. Dan Syaikh pun akhirnya menjawab permintaan mereka dan membuka majlis khusus di rumahnya setelah shalat ashar.
Oleh karena pelajaran Ushul di masjid bersifat untuk umum, maka para pelajar yang begitu semangat, mereka menginginkan adanya tambahan pelajaran khusus yang diadakan di rumah Syaikh Muhammad -rahimahullah-. Dan Syaikh pun akhirnya menjawab permintaan mereka dan membuka majlis khusus di rumahnya setelah shalat ashar.
Karya dan Tulisan
Syaikh Muhammad al-Amin -rahimahullah- memiliki karya dan tulisan yang begitu banyak, diantaranya adalah:
• Adhwa’ al-Bayan Fi Idhahi al-Qur`an bi al-Qur`an. Merupakan sebuah kitab yang berisi penafsiran al-Qur`an dengan al-Qur`an. Dan kitab ini merupakan kitab beliau yang paling terkenal.
• Mudzakkirah al-Ushul ‘Ala Raudhah an-Nazhir. Beliau padukan di dalamnya ushul-ushul madzhab Hambali, Maliki, kemudian asy-Syafi’i.
• Adab al-Bahts wa al-Munazhoroh. Di dalamnya beliau terangkan tata cara membahas, seperti pengumpulan masalah dan penjelasan dalil-dalil.
• Daf’u Iham al-Idhthirab ‘An Ayi al-Kitab. Beliau jelaskan di dalamnya ayat-ayat al-Qur`an yang secara zhahirnya memiliki makna yang bertentangan namun secara hakekatnya sama sekali tidak bertentangan. Beliau bawakan di dalamnya ayat-ayat yang secara sekilas bertentangan mulai dari surat al-Baqarah hingga surat an-Naas. Dan beliau dudukan permasalahannya satu demi satu secara berurutan.
• Man’u Jawaz al-Majaz Fi al-Munazzal Li at-Ta’abbud wa al-’Ijaz. Beliau menerangkan dan membantah habis adanya majaz dalam al-Qur`an, dalam ayat-ayat asma dan sifat Allah.
Beliau -rahimahullah- juga memiliki beberapa ceramah yang kemudian dicetak dan disebarluaskan dalam bentuk buku, seperti:
- Ayat ash-Shifaat.
- Hikmah at-Tasyri’.
- Al-Mashalih al-Mursalah.
- Haula Syubhah ar-Raqiq.
Syaikh Muhammad al-Amin -rahimahullah- memiliki karya dan tulisan yang begitu banyak, diantaranya adalah:
• Adhwa’ al-Bayan Fi Idhahi al-Qur`an bi al-Qur`an. Merupakan sebuah kitab yang berisi penafsiran al-Qur`an dengan al-Qur`an. Dan kitab ini merupakan kitab beliau yang paling terkenal.
• Mudzakkirah al-Ushul ‘Ala Raudhah an-Nazhir. Beliau padukan di dalamnya ushul-ushul madzhab Hambali, Maliki, kemudian asy-Syafi’i.
• Adab al-Bahts wa al-Munazhoroh. Di dalamnya beliau terangkan tata cara membahas, seperti pengumpulan masalah dan penjelasan dalil-dalil.
• Daf’u Iham al-Idhthirab ‘An Ayi al-Kitab. Beliau jelaskan di dalamnya ayat-ayat al-Qur`an yang secara zhahirnya memiliki makna yang bertentangan namun secara hakekatnya sama sekali tidak bertentangan. Beliau bawakan di dalamnya ayat-ayat yang secara sekilas bertentangan mulai dari surat al-Baqarah hingga surat an-Naas. Dan beliau dudukan permasalahannya satu demi satu secara berurutan.
• Man’u Jawaz al-Majaz Fi al-Munazzal Li at-Ta’abbud wa al-’Ijaz. Beliau menerangkan dan membantah habis adanya majaz dalam al-Qur`an, dalam ayat-ayat asma dan sifat Allah.
Beliau -rahimahullah- juga memiliki beberapa ceramah yang kemudian dicetak dan disebarluaskan dalam bentuk buku, seperti:
- Ayat ash-Shifaat.
- Hikmah at-Tasyri’.
- Al-Mashalih al-Mursalah.
- Haula Syubhah ar-Raqiq.
Wafat
Beliau -rahimahullah- meninggal dunia di kota Madinah an-Nabawiyyah, pada tanggal 17 Dzul Hijjah, tahun 1393 H (1973 M), semoga Allah senantiasa merahmatinya.
Semoga Allah memberikan manfaat kepada kita dengan kitab-kitab beliau, menuntun kita untuk meniti dan meneladani jalan beliau pada apa-apa yang Ia ridhai, dan menjadikan kita termasuk para penuntut ilmu yang selalu ikhlas dalam menuntut ilmu dan beramal. Amin.
Beliau -rahimahullah- meninggal dunia di kota Madinah an-Nabawiyyah, pada tanggal 17 Dzul Hijjah, tahun 1393 H (1973 M), semoga Allah senantiasa merahmatinya.
Semoga Allah memberikan manfaat kepada kita dengan kitab-kitab beliau, menuntun kita untuk meniti dan meneladani jalan beliau pada apa-apa yang Ia ridhai, dan menjadikan kita termasuk para penuntut ilmu yang selalu ikhlas dalam menuntut ilmu dan beramal. Amin.
[Di ringkas oleh Abu Musa Muhammad Sulhan, Lc. dari Biografi Syaikh
Muhammad al-Amin -rahimahullah-, karya Athiyyah Muhammad Salim, pada
permulaan kitab Adwa' al-Bayan Fi Idhah al-Qur`an bi al-Qur`an, Dar Ihya
at-Turats al-'Arabi, Cet. Pertama, Th. 1417 H. – 1996 M.]
————
1. Cuplikan kata Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithi -rahimahullah-, pada Muqaddimah kitab Adwa’ al-Bayan.
(Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Edisi 39, hal.37-41)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar